Thursday, December 27, 2012

Angry Birds - Star Wars



Angry Birds - Star Wars
Available to download now on iOS, Google Play, PC, Amazon, Mac, Windows 8 & WP8! http://download.angrybirdsstarwars.com

Angry Birds Star Wars is a new Angry Birds game set in a galaxy far, far away. Take a look at our http://angrybirds.com/starwars homepage for fan art, comics and even more animations.

Follow Angry Birds on Twitter at http://twitter.com/angrybirds
Like Angry Birds on Facebook at http://facebook.com/angrybirds
Join Angry Birds on G+ at http://plus.google.com/+AngryBirds

...And may The Birds be with you, always.

Source:  http://youtu.be/l6lYFO_tKlE


Luke & Leia

R2-D2 & C3PO

Han Solo & Chewie (Chewbacca)

Obi-Wan Kenobi & Darth Vader

Sunday, December 16, 2012

SENYUM: Sebuah Antologi Kemanusiaan

TELAH TERBIT : ANTOLOGI KEMANUSIAAN SENYUM (TEMA KISAH CINTA) & UNDANGAN MENGIKUTI ANTOLOGI KEMANUSIAAN SENYUM TEMA CERPEN ANAK

by Dia Gaara Andromeda on Saturday, December 15, 2012 at 10:46am ·

TELAH TERBIT!
Sebuah antologi amal yang didedikasikan untuk Perpustakaan Senyum guna menembus anak jalanan.
Dengan membeli antologi ini, besar artinya untuk kami :)
Bantulah kami untuk membuat anak-anak itu selalu ter-SENYUM

SENYUM
Ada Cinta, Persahabatan dan Canda Tawa

SENYUM. Satu kata yang sederhana tetapi memiliki banyak makna. Sebuah perpustakaan kecil di daerah Bogor Selatan yang menamakan diri Perpustakaan Senyum adalah wadah membaca yang awalnya tumbuh dalam kesederhanaan, tapi seketika menguat tatkala keinginan dan minat anak-anak yang makin besar terhadap buku. Rasa cinta, persahabatan dan canda tawa dari para sahabat senyumlah yang mengokohkan kebersamaan ini. Selama 2 tahun sudah perpustakaan ini bertahan dalam dimensi yang penuh liku. Walau begitu, perpustakaan ini tidak pernah lupa akan tujuan awalnya yang ingin menyapa anak-anak jalanan yang sebenarnya lebih membutuhkan sarana membaca dan belajar. Dari keyakinan inilah antologi amal ini terlahir. Cinta dari para sahabat senyum yang menguatkan kami untuk keterbatasan mereka.

Inilah 23 kisah yang dikemas secara unik dan penuh hikmah oleh para sahabat senyum, karena sesungguhnya cinta adalah senyum, dan senyum adalah cinta. Keduanya saling berkait dan tak terpisahkan satu sama lain.


“Kumcer ini kaya dengan metafora multikultural. Selintas seperti sederhana tapi pada titik terjauh memiliki kedalaman kontemplasi yang ngangenin. Seperti pelangi sastra yang lahir dari keragaman sidik jari kepenulisan, juga seperti sebuah taman ketika banyak warna memanjakan kolbu pembaca. Ini yang membuat saya tenggelam. Ada deret humanisme, nestapa manusia dan pergulatan budaya yang mencengangkan. Di sini, semoga para pemilik masa depan sastra Indonesia ini, tidak berhenti di kilometer nol.”
(Tandi Skober, esais dan penikmat sastra)


“Buku ini sangat ringan dan inspiratif. Sarat dengan hitam putihnya persahabatan, full love, crying and smile.”
(Mayoko Aiko, penulis)


“Inilah realita percintaan remaja saat ini, yang lebaayyy ... yang kiyut! Yang rempong! Yang kepo! Yang mendayu! Nggak lupa, yang ajib inspiratif juga ada! Semuanya digambarkan dengan apik oleh 23 cerpenis fantastis. Mereka mengukir 23 senyum, 23 sisi, 23 suasana, 23 makna terindah dalam 23 cerita.”
(Paulus Nugroho, penikmat buku, ilustrator lepas)


Penerbit : Universal Nikko
Kategori (Sub) : Fiksi (Kumcer)
ISBN : 978-602-9458-21-3

Seluruh Kontributor :
Mayoko Aiko | Indah Hanaco | Sondang Nababan | Lonyenk Rap | Impian Nopitasari | Angri Saputra | Arumi Ekowati | Alfian Daniear | Hilal Ahmad | Naminist | Jacob Julian | Prima Sagita | Ari Keling | Setiawan D Chogah | Astuti Parengkuh | Dedek Fidelis Sinabutar | Fuan Fauzi | Nafilah Nurdin | Akarui Cha | Ikbal Tawakal | Wiwin Faresha Al Ghifari | Ryourie | Widi Astuti

Edisi⁄Cetakan : I, 1st Published
Tahun Terbit : 2012
Harga : Rp 49.500,-

Penjualan buku hanya dilakukan via online, karena antologi ini dicetak sangat terbatas. Pemesanan buku ini bisa melalui : Widi Astuti / Dia Gaara Andromeda di nomor hape 08567368262 atau FB-nya : Dia Gaara Andromeda (die_femti(at)yahoo.co.id) atau email senyumcendolers(at)yahoo.co.id

Semua keuntungan penjualan antologi ini diserahkan ke kas Perpustakaan Senyum guna membiayai sewa di lokasi baru. Jadi jika teman-teman membeli buku ini, saya sangat berterima kasih sekali, berarti kalian menyumbang untuk perpustakaan senyum. Beginilah cara kami mencari dana, dengan berkarya, tak sekedar meminta begitu saja.

Dengan diterbitkannya antologi kemanusiaan senyum tahap 1, maka dengan ini kami menggelar AUDISI ANTOLOGI KEMANUSIAAN SENYUM TAHAP 2 dengan tema CERPEN ANAK (CERNAK) :

Syarat Teknis Penulisan Cernak :

1. Font: Arial
2. Ukuran font: 12
3. Jarak baris: 1,5
4. Banyak kata: 600 – 700 kata, kira-kira 2 halaman A4
5. Tidak boleh menyertakan nama penulis di naskah cerpen, tulis naskah cerpen dengan subjek : NASKAH CERNAK ANTOLOGI KEMANUSIAAN SENYUM 2. Biodata penulis ditulis di word terpisah, dengan didalamnya menyertakan judul cerpennya. Biodata penulis dikirim dengan subjek : BIODATA PENULIS CERNAK ANTOLOGI KEMANUSIAAN SENYUM 2
6. Cernak harus menyertakan 3 kata kunci berikut di dalam ceritanya : Taman Bacaan, Buku, dan Senyum
7. Kirim ke email : senyumcendolers(at)yahoo.co.id
8. DL : 30 Maret 2013 (masih lama kan, hehe)
9. Harus mengandung amanat dalam ceritanya
10. Maksimal boleh mengirimkan 2 cernak

Syarat Umum Penulisan Naskah Cerita :

1. Cerita harus asli, tidak menjiplak karya orang lain.
2. Cerita tidak mengandung unsur kekerasaan, pornografi, atau yang menyinggung SARA (suku, agama dan ras)
3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik.
4. Alur cerita dan permasalahan cocok untuk anak-anak usia SD, range usia 6 s/d 13 tahun.
5. Bentuk antologi ini adalah antologi kemanusiaan, jadi dari pihak Perpustakaan Senyum, jika naskah ini sudah terbit, penulis tidak mendapatkan royalti, kami hanya memberikan reward berupa 1 buah buku sebagai bukti terbit.

Sama halnya dengan naskah senyum, kami juga memberikan kesempatan kepada para ilustrator berbakat untuk mencoba menggambar cover untuk antologi senyum tahap kedua. Antologi senyum tahap 1 covernya pernah dibuat oleh 3 ilustrator muda : Satsuki Borunababan (Sondang Nababan), Shela Sherenita, dan Paulus Nugroho. Dan mereka dengan sukarela menggambar untuk Senyum. Hingga akhirnya terpilihlah ilustrasi milik Satsuki Borunababan. Jadi sama ketentuan dengan naskahnya, jika terpilih nanti, kami tidak akan memberikan reward apapun sebagai honornya, hanya 1 buah buku antologi sebagai bukti terbit. Maklum ini adalah jenis antologi kemanusiaan. Senyum tak mempunyai kas banyak berkenaan tentang hal ini. Jika berminat silahkan kirim gambar kalian ke inbox saya / ke email : senyumcendolers(at)yahoo.co.id (subjek : ILUSTRASI COVER ANTOLOGI SENYUM TAHAP KEDUA). Untuk mengetahui syarat teknisnya dan gambar seperti apa yang Senyum butuhkan, bisa tanya via inbox saya.

Salam
Panitia Senyum

Sumber Artikel:
http://www.facebook.com/notes/dia-gaara-andromeda/telah-terbit-antologi-kemanusiaan-senyum-tema-kisah-cinta-undangan-mengikuti-ant/10151230238906859

Sunday, December 02, 2012

Chloe's Closet



source: http://youtu.be/QkwT4c_k6vc

Chloe's Closet" follows the fun-filled adventures of an adorable, imaginative little girl named Chloe who discovers magical new worlds while playing dress-up in her closet. With each new costume Chloe tries on, she is swept up in a fantastical journey with her best friend and constant companion, her security blanket named Lovely Carrot. Chloe's experiences also encourage the audience to celebrate how delightful it is to be a little kid embarking upon a fabulously fun and fearless, anything-can-happen journey -- while also exploring the exciting realm of preschool math. The majority of each episode is devoted to Chloes imaginary world, where the world of make believe is engaged once her closet doors open and a costume donned, while Chloes real-life bookends the stories. The show is produced in 3D CGI and Flash animation by Mike Young Productions

Cafe d'Amor - Andry Chang


A cozy, romantic cafe. Courtesy of Dino'z Cafe, Jl. Sentani C11/14, Kemayoran, Central Jakarta




Café d’Amor

A Short Story by Andry Chang



Kulangkahkan kakiku yang gemetar dalam kafe ini.
Rasa sesak merasuk jiwa, menyusupi kalbu hingga kepala.
Suasana surga di dalam tak jua menyejukkan hati ini.
Suara-suara terus mendesak, ingin berteriak, “Mengapa? Mengapa?”
Gadis manis menyambut ceria, “Selamat datang di Café d’Amor, tempat berseminya asmara.”
Huh, asmara apa? Tak tahukah ia wajahku memendam prahara?
Tenang, nona. Takkan kuledakkan di sini. Setidaknya tergantung jawaban yang kudapat nanti.
Jadi, kupaksakan senyum dan ujaran, “Boleh saya bicara dengan pemilik kafe?”
“Oh, maksud mas Pak Dhimara? Dengan mas siapa ini? Untuk keperluan apa?”
“Saya Fadli. Urusan saya ini pribadi, tapi Pak Dhimara pasti akan tahu saat melihat saya.”
Kerutan tergurat di dahi gadis itu. “Baik, biar saya beritahu bapak dulu,” ujarnya sambil berlalu.
Menanti sejenak, gelisah memuncak.
Hingga tatapan menangkap seorang pria berjalan mendekat. Tigapuluhan, rupawan, berkacamata, figur panutan keluarga. Dengan celemek putih membalut kemeja sederhana, kurasa bukan dia pemilik kafe ini.
“Dengan Mas Fadli?” tegurnya ramah.
“Ya. Anda Pak Dhimara?”
“Panggil Dhima saja. Mari, kita duduk dulu.”
Tegur sapa kebapakannya sedikit menghangatkan baraku. Saat kembali duduk di kursi pink empuk depan meja kaca putih ini, baraku kembali tersulut.
Harus menahan diri, harus.
“Nampaknya mas sedang ada masalah, ya?”
Ucapan Dhima membuyarkan lamunanku.
“Ah, begini…” Tentu saja ada masalah! Ayo bibir, katakanlah!
“Apakah ada hubungannya dengan kafe ini?”
Tepat sasaran. Ah, tentu saja. Kurasa barista seperti Dhima pasti mampu membaca isi hati pelanggan. Tapi, apa ia siap untuk yang satu ini?
Bibirku bergetar. “Ya. Kafe inilah sumber masalahnya.”
Dhima tampak terperanjat, bukan dibuat-buat.
“Jelaskanlah,” ujarnya.
Maka kubeberkan kenanganku. “Kira-kira dua bulan yang lalu, saya berkencan dengan seorang wanita di sini. Yah, suasana kafe ini sungguh romantis, tak kalah dengan kafe-kafe bergaya Hispanik di Lisbon, Portugal. Ditambah udara segar dari taman di luar, benar-benar sempurna seperti slogan anda itu.”
“Ah, ya, Café d’Amor, tempat berseminya asmara,” ujar Dhima.
Aku mengangguk. “Ya. Nah, semula saya ragu menyatakan cinta pada Meisya. Yah, takut ditolak dan sebagainya. Namun anda, ya, anda datang menyarankan minuman… apa ya…”
“Iced Caramel Macchiato, Toraja Blend. Saya baru ingat itu.”
“Tepat. Kopi keras membangkitkan keberanian. Saya bersorak saat Meisya menerima cinta saya.”
“Kalau tak salah, foto anda berdua juga terpampang di dinding depan, bukan?” Telunjuk Dhima menari-nari.
“Tak salah. Tapi sebaiknya anda cabut saja foto itu, juga slogan anda.”
“Lho, mengapa?” Senyum Dhima berganti kerutan di dahinya. “Apa yang terjadi?”
“Kami putus seminggu yang lalu. Tak sampai dua bulan! Huh! ‘Keajaiban Cinta’ kafe anda ini sungguh tak manjur!”
Nah, tumpahlah seluruh sesakku.
Anehnya, Dhimara diam seribu bahasa. Ia hanya menatapku seperti seorang ayah pada anaknya.
Egoku terusik, emosiku tersulut.
Sebelum amarahku membuncah bagai kembang api tahun baru, Dhima angkat bicara, “Tenang, Mas Fadli. Nampaknya anda sedikit salah paham. Yah, terus terang kami sudah sering mendengar keluhan seperti ini. Dan semuanya itu bersumber dari mitos yang keliru.”
“Mitos? Keliru? Apa maksud anda? Jangan berbelit-belit!”
Dhima kembali menyela, “Mitos, anggapan bahwa siapapun yang menyatakan cintanya di tempat ini  pasti mendapatkan cinta sejati. Itukah yang pertama kali menarik anda kemari?”
“Eh, uh…” Memang benar, jaminan itulah yang membuatku melintas separuh lebar kota kemari. Namun ego melarangku mengakuinya.
“Tak usah dijawab.” Suara si lawan bicara menyelamatkan gengsiku. “Entah mitos, word of mouth marketing atau reputasilah yang membuat kafe kami ini laris. Namun seharusnya setiap pengunjung menyadari satu hal terpenting. Cinta didapatkan dan dipertahankan lewat usaha dan keputusan. Kami di sini hanya memberikan suasana dan sajian yang mendukung, sedangkan Tuhanlah yang menentukan hasil akhirnya.”
“Jadi maksud anda, kafe ini sesungguhnya tak seperti slogannya?”
“Bukan slogan, tapi mitos. Arti slogan kafe ini adalah tempat yang cocok untuk menyemai cinta. Bukan berarti siapapun yang kemari pasti mendapatkan cinta. Mungkin saja ada yang cintanya ditolak atau belum saatnya diterima. Ada pasangan yang ragu mengambil keputusan, bahkan memutuskan berpisah. Nah, biasanya mereka ini malu dan enggan menunjukkannya di depan umum. Sudah banyak pula tamu yang kembali menyampaikan keluhan seperti mas ini sekarang.”
“Lantas, apa putus cinta ini semata-mata kesalahan saya?”
Dhima menggeleng. “Ceritakanlah dulu duduk perkaranya.”
Maka jadilah aku curhat. Selama menjalin kasih, aku nyaris tak sempat memberi perhatian pada Meisya. Pekerjaanku sebagai programer menuntut konsentrasi sepanjang waktu, berhari-hari lamanya. Belakangan, aku mendengar kabar burung Meisya selingkuh dengan teman kantornya. Saat kutanya, ia mengakuinya dan minta putus dariku saat itu juga.
“Bukan salah siapa-siapa,” tanggap Dhima. “Kalau Meisya sungguh mencintaimu, setidaknya ia memahami dan menerima keadaanmu yang tak bisa memperhatikannya sepanjang waktu. Sayang, ia adalah tipe wanita yang mengharapkan banyak sekali perhatian. Si teman kantor selalu bertemu dengannya tiap hari, jadi bisa lebih sering memperhatikannya. Kesimpulannya, kalian memang tidak cocok satu sama lain.”
“Ah, begitukah?”
Perasaanku berbaur, antara lega dan sesak. Lepas dari perasaan bersalah dan keinginan menyalahkan Meisya dan kafe ini, namun disesakkan oleh kenyataan kami memang takkan bisa bersatu.
Meisya memang menyebut “kurang perhatian” sebagai alasan putus cinta. Aku tak pernah memahamai hal yang sesungguhnya karena ia menimpakan segala kesalahan padaku. Pada siapa lagi harus kualihkan penghinaan ini, kalau bukan Café d’Amor?
Hanya ada satu cara memperbaiki kekhilafanku ini.
“Maafkan saya, pak,” ujarku, tertunduk malu. “Menuduh kafe anda menipu dengan sihir dan guna-guna agar orang jatuh cinta. Itu sungguh tak pantas dan sangat kekanak-kanakan.”
Dhima membalasnya dengan tawa. “Tak apa, Mas Fadli. Yang penting sekarang anda sudah tahu kuncinya. Pasangan yang cocok bagi anda adalah yang bisa menerima dan memahami anda dalam kondisi sekarang ini. Memang nampaknya akan sulit, tapi saya yakin suatu hari anda akan menemukan ‘Miss Right’ itu.”
Sebelum aku sempat mengucapkan terima kasih, mendadak seorang wanita muncul dan menggamit pundak Dhimara. Ah, aku ingat. Ia si pemain biola yang melantunkan “Besame Mucho” pesananku waktu itu. Mustahil kulupakan wajah cantik dan figurnya bak bidadari Nirwana itu.
Terlebih suara sehalus diva-nya. “Wah, wah, ada apa ini, sayang? Seru sekali bicaranya.”
“Haha, hanya langganan lama datang untuk curhat,” jawab sang suami sambil menggamit lembut tangan istrinya. “Kenalkan, ini Mas Fadli. Ini istri saya, Yvonne.”
 Kujabat tangan wanita itu. “Salam kenal, Bu Yvonne.”
“Ah, ‘masa Bu? Panggil Yvonne saja.” Senyumnya mencairkan dinding es yang membentengi hatiku.
Jalan terbuka, pembicaraan kami bagai bertemunya tiga kawan lama. Tak kusangka, mereka menceritakan hal yang tak pernah mereka ungkap pada para tamu lain.
Rupanya sebelum menikah Dhimara dan Yvonne sama-sama full-timer kantoran. Setelah nikah, Dhima membuka kafe ini untuk sambilan, menghindari macetnya Ibukota. Saat usaha kafe mulai maju, barulah Dhima mengundurkan diri dari kantornya dan Yvonne menyusul kemudian. Jadilah keduanya tinggal, mencurahkan segenap hati, pikiran dan daya-upaya untuk kafe ini, seperti pula kedua anak mereka.
Barulah kutahu, pernikahan keduanya bertahan melewati kesulitan luar biasa. Selain masalah keuangan, kesibukan akibat peran ganda di kafe mengurangi porsi waktu mereka untuk memperhatikan anak-anak dan masing-masing, apalagi untuk bersenang-senang.
Walau usaha mereka lancar kini, kesibukan mereka malah bertambah. Hanya lewat komunikasi, rasa saling mengerti, menghormati dan tenggang rasalah yang membuat bahtera rumahtangga mereka tetap berlayar meski dalam badai.
Masalahku ini tak ada apa-apanya dibanding mereka.
Waktu berlalu tanpa terasa, hingga tiba saatnya aku pamit dengan alasan hari mulai gelap. Yah, hampir waktu ramainya kafe. Sebaiknya kubiarkan mereka berkonsentrasi pada pekerjaan.
Baru tiga langkah kakiku keluar dari pintu depan, kupalingkan wajah ke arah trotoar. Tiba-tiba aku tercekat, seolah baru melihat hantu.
Itu Meisya, bersama… seorang pria gemuk berkacamata.
Dan mereka sedang berjalan menuju ke arahku.
Secepat kilat aku berbalik, masuk lagi di kafe tadi.
Kebetulan Dhima melihatku dan bertanya, “Lho, ada apa, Fad? Wajahmu kusut begitu?”
“Tolong, biar saya sembunyi sebentar. Ada Meisya lewat. Saya tak mau dia melihat saya.”
“Hah? Bukankah tak apa? Siapa tahu…”
“Tak bisa, karena dia bersama pria lain. Ah, lihat! Mereka kemari!”
“Cepat, sembunyilah di sana!” Dhima menunjuk ke bar.
Tanpa pikir panjang aku cepat-cepat duduk, meringkuk di sana. Hanya mataku yang mengintip dari balik kaca, hingga nona penjaga kasir geleng kepala.
Tubuhku panas-dingin. Kulihat mantan pacarku mengambil tempat duduk dekat jendela kafe, persis saat aku kencan dengannya dulu. Tampak Dhima melayani keduanya, pura-pura tak mengenali Meisya dan menawarkan kopi Sumatra pada si selingkuhan.
Ingin rasanya kulabrak mereka, namun Dhima menahanku.
“Lihat saja hasilnya. Jangan membuat keributan di sini,” ujarnya tegas.
Tak lama kemudian Yvonne menghampiri pasangan itu. Si pria gemuk bicara dengannya, lalu kembali bercanda-ria dengan Meisya.
Diiringi “Besame Mucho”… lagu kenanganku!
Menyebalkan! Apa takdir tengah mempermainkanku?
Memuncaki segalanya, si gendut yang jauh dari tampan itu menggamit tangan Meisya dengan lembut, mengatakan sesuatu.
Meisya menanggapinya dengan anggukan, serta senyumnya yang termanis.
“YES! YESS!” Si gendut bangkit dari kursinya, berseru sambil mengepalkan tangan di udara tanda keberhasilan. “I love you, Meisya! I love you!”
Teriring Dhimara yang menghampiri keduanya, memberi selamat.
“Keajaiban” Café d’Amor terjadi lagi.
Dengan telapak tangan kututupi mataku. Aku tak sanggup melihatnya lagi.
Harus kusembunyikan pula air mataku yang membuncah ini. Tidak, tak satupun makhluk boleh melihatku menangis. Cukup jelas, aku gagal kali ini. Tak perlu rasa malu lagi untuk menambah beban deritaku ini. Bisa kubayangkan foto mereka menggantikan fotoku dengan Meisya di “Dinding Asmara”.
Tak ada sesuatupun yang dapat menghiburku kini. Kecuali, mungkin, tangan Dhimara yang menepuk bahuku.
“Sudahlah, tak usah sesali yang telah terjadi,” ujar Dhima, kembali dengan nada kebapakan. “Ingatlah pembicaraan kita tadi.”
Aku menegadahkan kepala padanya. Pembicaraan yang mana?
“Jalan masih panjang,” lanjut si pemilik kafe. “Suatu hari nanti kau akan bertemu wanita yang mau memahami dan menerimamu apa adanya. Saat kau menemukannya, ajaklah kemari. Café d’Amor, tempat berseminya asmara.”

Jakarta, 17 Januari 2012



----------------------------------------------

Advertisement:
DinO'Z CAFE - Coffee Shop

Our F&B:
- Hot & ice blended coffee or non coffee
- Fruit soda + smoothies
- Tea yogurt
- Beer + heinz flover (our special drink)
- Sosis panggang + spaghetti + dim sum
- Roti panggang
- NasGor + indomie selera nusantara

And Other Out Door:
- Cozy Free wifi
- Proyektor (NOBAR) full Music
- Aneka Games

On 5PM - 2AM
More Info:
Dino'z Cafe - Coffee Shop
Jl. Sentani C11/14, Kemayoran - Jakarta Pusat ( blkg PRJ )
pin:28CBCD71

Popular Posts