Monday, October 09, 2017

Jamu Gendong - Andry Chang


Jamu Gendong by Andry Chang

Botol-botol berisi beragam jamu memenuhi bakul yang dipikul Mbak Suminah saat ia lewat di depan tokoku. Sebenarnya jamu bukan seleraku karena pahit, kecut dan tak selezat kopi. Sekali coba, khasiatnya mencerahkan hari-hariku. Sejak itu, aku jadi salah satu langganan terbaik Mbak Minah.

Tahun demi tahun berlalu, kulihat tak ada yang beda dengan Mbak Minah. Kutanya padanya, "Kok mbak gendong jamu terus, rambut disanggul dan pakai kebaya, padahal yang lain pakai topi, baju biasa dan naik sepeda?" Mbak Minah hanya tersenyum. "Ini untuk menjaga tradisi, dik. Resep jamu mbak ini warisan turun-temurun, jadi ciri khas jamu gendongpun harus terjaga pula." Diam-diam aku berdecak kagum dan menenggak temulawakku sampai tandas.

Tahun demi tahun berlalu lagi. Aku terkejut melihat Mbak Minah datang mengayuh sepeda untuk mengangkut jamunya. Menjawab keherananku, ia hanya tersenyum getir. "Gini lho, dik. Mbak sudah tidak muda lagi. Tiap gendong jamu, punggung mbak sakit tak tertahankan. Mobil-motor di jalanan terlalu cepat dan terlalu banyak berseliweran. Mbak terpaksa harus pakai sepeda supaya bisa terus jualan, supaya anak-anak mbak bisa lulus kuliah."

Popular Posts