Sunday, September 28, 2014

VadisReview: Oda Nobunaga - Sohachi Yamaoka

Oda Nobunaga
VadisReview by Andry Chang
Oda Nobunaga, Sang Penakluk dari Owari
Penulis: 

Up, Close and Personal With the Devil King

Bagaimana bila seekor burung tak mau bernyanyi?
Nobunaga berkata, “Bunuh burung itu!”
Hideyoshi berkata, “Buat burung itu ingin bernyanyi.”
Ieyasu berkata, “Tunggu.”

Sebelum membaca serial “Oda Nobunaga” ini, Sang Musafir menyelami sejarah Jepang di “Zaman Sengoku” lewat tokoh Toyotomi Hideyoshi dalam serial “Taiko” (Eiji Yoshikawa – terbitan Gramedia Pustaka Utama). Dalam kanon karya Sohachi Yamaoka ini beliau diajak berfokus pada Oda Nobunaga, salah seorang dari tiga penakluk yang disebut dalam anekdot di atas.

Dalam novel roman yang terdiri dari lima seri ini, karakter Oda Nobunaga yang unik, aneh namun jenius dan sangat berani dijabarkan secara amat detail dan bertahap. Buku pertama memahas transformasi Oda Nobunaga dari “Si Bodoh Besar” menjadi pemimpin yang gagah, atau lebih tepatnya dari “masa persiapan” ke “masa pengukuhan”. Di buku kedua, dalam “masa pengukuhan” itu Nobunaga mendapat ujian maha berat. Di buku ketiga ia memasuki “masa ekspansi” dan hasilnya adalah dimulainya “masa kejayaan”. Sang Musafir belum membaca buku 4 dan 5, jadi berdasarkan sinopsis, di buku 4 Nobunaga makin menunjukkan “sisi kejamnya”, tak pandang bulu bahkan pada kerabatnya sendiri. Dan di buku 5 adalah tentang hasil-hasil akhir yang dituai Nobunaga dari sepak-terjangnya itu, segala akibat yang menimpanya hingga akhir hayatnya.


Jadi, dari buku pertama sampai ketiga, Sang Musafir mempelajari dan menangkap beberapa ciri penting kepribadian Oda Nobunaga ini, di antaranya:

Sikap Mendobrak Tradisi dan Aturan-Aturan Baku
Sikap dan tindak-tanduk Nobu yang kasar dan urakan mengundang kontroversi dan kesalahpahaman dari orang-orang di sekitarnya yang menjunjung tata-krama Samurai (Bushido). Mereka tak mengerti bahwa kadang untuk mencapai kemajuan, kita perlu berpikir lebih jauh daripada tata-krama yang kaku. Tentunya, pengetahuan dan bakat juga penting, kalau tidak yang urakan akan tetap jadi urakan. Perhatikan juga tokoh Hachisuka Hikoemon dalam serial ini. Ia juga bergaya urakan, namun kapasitasnya masih di bawah Nobunaga. Sementara Nobunaga melakukannya dalam rangka “masa persiapan” untuk mencapai prestasi-prestasi legendaris.

Pemikiran “Out-of-the-Box”
Saat dihadapkan pada situasi di mana fakta, logika dan angka-angka tak berpihak padanya, Nobunaga menggunakan pengetahuan dari gaya hidup “urakan”-nya untuk menciptakan strategi unik nan kreatif. Contoh nyata, saat menghadapi Imagawa Yoshimoto yang memiliki pasukan 10 kali lipat lebih banyak, Nobunaga menggunakan cara yang tak biasa, yaitu memanfaatkan samurai kampung, serangan mendadak saat musuh lengah, juga memanfaatkan kelemahan dalam jasmani, mental, sikap dan sifat musuh. Dibantu Hashiba Hideyoshi (Kinoshita Tokichiro), ide-ide out-of-the-box makin banyak saja lahir dari Klan Oda dan membuka jalan menuju penaklukkan seluruh Jepang.

Berani Mengambil Kesempatan Beresiko Besar
Seperti layaknya seseorang memilih investasi di zaman modern, Nobunaga adalah tipe “penggemar resiko”. Ia berani bertaruh segalanya demi mendapatkan hasil maksimal, yaitu menguasai seluruh Jepang. Padahal bila ia sekali saja salah langkah dan gagal, resikonya adalah kehilangan kepalanya sendiri dan seluruh Klan Oda musnah. Contoh nyatanya adalah kampanye Oda menaklukkan Mino dan daerah-daerah yang dekat ke Kyoto. Bila gagal, nasibnya bakal sama atau lebih parah daripada Imagawa Yoshimoto.

Mampu Mengenali Karakter Orang Lain
Sepanjang serial ini, tak terhitung berapa kali Oda Nobunaga berhadapan dengan hampir segala macam sifat manusia. Namun dasar kepribadiannya yang kolerik membentuk pola sikap yang cenderung sama. Nobunaga cenderung mau berteman akrab dengan orang-orang “berpikiran maju” dan berkepribadian cocok dengannya. Orang-orang berbakat namun pemikirannya standard dan biasa-biasa saja ia manfaatkan. Namun Nobunaga cenderung kurang menghargai orang-orang berpikiran picik. Ia kurang tenggang rasa dan toleransi, akibatnya menumpuk dendam dan dengki di hati orang-orang picik itu.

Contohnya, Nobunaga berteman akrab dengan Hideyoshi yang pemikirannya sama-sama “out of the box” dengannya. Juga akrab dengan mereka yang berwatak tenang namun tajam seperti Tokugawa (Matsudaira) Ieyasu. Nobunaga cukup memanfaatkan orang-orang berbakat dan berwatak dan berpola pikir “biasa” seperti Shibata Katsuie dll sebagai bawahan. Namun ia cenderung sinis dan kurang menghargai orang-orang picik, penjilat dan sok tahu, macam Akechi Mitsuhide yang suka menonjolkan kejeniusannya demi mendapatkan kehormatan pribadi. Tanpa disadari Nobunaga, bibit-bibit dengki yang ditanamkannya dalam diri orang-orang picik itu akan memicu bencana besar di kemudian hari.

Kesimpulannya, walaupun Oda Nobunaga dipandang sejarah dan orang-orang di zamannya sebagai “Si Raja Iblis”, disamakan dengan Cao Cao dalam roman Tiongkok “Kisah Tiga Kerajaan”, Sang Musafir menganggap tokoh controversial ini termasuk yang paling menarik untuk digali, dipelajari kepribadiannya secara mendalam. Memang banyak aspek lain kepribadian Sang Penakluk dari Owari ini yang tak dijabarkan dalam review ini, yang bertebaran dalam serial ini seperti hamparan bunga sakura.

Dan harus diakui, selain “Taiko”, serial “Oda Nobunaga” ini layak jadi sumber inspirasi dan pedoman pola pikir bagi semua pembaca, tak hanya penggemar novel sejarah atau novel setting Jepang Kuno saja. Bila ada kesempatan, Sang Musafir akan membuat posting tentang istilah-istilah yang sering digunakan novel-novel berlatar Jepang dan Tiongkok Kuno. Selebihnya, silakan dibaca dan selamat terinspirasi.


Sunday, September 14, 2014

VadisReview: Rahasia Hujan - Adham T. Fusama





VadisReview by Andry Chang

Rahasia Hujan
Penulis: Adham T. Fusama
Genre: Novel Teenlit-Thriller
Penerbit: Moka Media (www.mokamedia.net), 2014

Format: Paperback, 272 halaman, 12,7 x 19 cm
Penyunting: J. Fisca
Penata Letak: Indarto Widhi Putranto & J. Fisca
Pendesain Sampul: Fahmi Fauzi
ISBN: 979-795-857-4

Sinopsis:
Sekolah Pandu kedatangan murid baru dari Jepang, seorang anak pendiam yang misterius. Sebagai teman sebangku, Pandu merasa harus bersikap ramah, meski Anggi—si murid baru—terus bersikap dingin.

Pada akhirnya, kebaikan hati Pandu membuat Anggi jatuh cinta. Tapi Pandu sudah punya pacar—seorang gadis cantik bernama Nadine. Ketika rasa sayang Anggi berubah menjadi obsesi berbahaya, Pandu dan teman-temannya terseret ke dalam sebuah permainan mengerikan.

Dan, Pandu harus bertaruh nyawa demi kebebasannya.

"Sebab demi bersamamu, akan kulakukan segalanya…."

***

“Meski menggunakan bahasa yang ringan khas remaja, kegelisahan dan ketegangan di novel ini dibangun dengan elegan hingga mencapai klimaksnya. Novel yang cocok bagi penggemar cerita remaja dan suspense-thriller.”
—Muhamad Rivai (@rivaimuhamad), penulis antologi Setelah Gelap Datang dan salah satu penulis antologi Cerita Horor Kota.

“Jalinan kisahnya di luar dugaan! Apa yang semula manis berubah mencekam lewat klimaksnya yang dibangun secara perlahan namun matang.”
—Paulus Lulut Yunar Ladiarsa(@Loe2Tea), Deputy Editor Cinemags Magazine.

“Jangan baca di malam hari apalagi saat sendirian. Dan, berhati-hatilah dengan temanmu sendiri!”
—Langit Amaravati(@LangitAmaravati), Cyberpsycholog & Selected Writer Ubud Writers and Readers 2013.

Rahasia si Penghenti Hujan
Entah kapan dan di mana, saya pernah membaca bahwa psikopat adalah orang yang melakukan dosa atau kesalahan, namun sama sekali tak merasa berdosa atau bersalah. Di tingkat paling ekstrim, dosa yang ia lakukan itu bisa jadi pembunuhan, bahkan pembantaian sadis dan berantai. Suara nurani bahkan tak ia pedulikan lagi. Dan semua itu dilakukan dengan entengnya seolah-olah sedang berjalan-jalan di taman. 

Bedakan dengan fanatisme ekstrim, yang menghalalkan segala cara demi meraih “kebenaran tertinggi”. Salah satu pemicu perilaku psikopat ini adalah obsesi yang berlebihan, sedangkan akar penyebab semua itu cukup beragam. 

Dalam novel thriller “Rahasia Hujan” ini, Adham T. Fusama sebagai penulis menunjukkan salah satu contoh perilaku psikopat yang cukup realistis, bahkan cenderung “umum”. Di permukaan, si psikopat tampak amat normal dan cenderung “cool”. Baik pembaca maupun para tokoh lain dalam kisah ini, termasuk Pandu, si tokoh utama dibuat sama sekali tak menduga, tak rela dan tak percaya bahwa tokoh Anggi, siswi pindahan dari Jepang itu psikopat. Padahal, sejak melihat cover depan di awal dan membaca sinopsis di cover belakang, pembaca sudah menduga ada yang “tak beres” dengan Anggi. 

Saat plot digali lebih dalam, bab demi bab, sedikit demi sedikit mulai terkuak misteri di balik tokoh Anggi, si “gadis biasa” itu. Lambat tapi pasti, sisi-sisi positif diperkenalkan, yaitu “gadis cantik yang cerdas” – “banyak bakat kecuali olahraga” sampai “memiliki gaya hidup impian tiap remaja”. Namun, juga ada sisi-sisi negatif yang agak “menjurus”, yaitu kegemaran Anggi menggambar, menonton film horor dan thriller. Mungkin jelas salah satu tokoh yang paling ia sukai adalah salah satu psikopat juara sepanjang zaman, yaitu Hannibal Lecter dari film “Silence of the Lambs”. 

Pertama kali saya lihat teru-teru bozu, dikenalkan bro Ikkyu San.

Iseng tebak-tebak buah manggis, mungkin ide awal Adham muncul saat mengamati sosok boneka teru-teru bozu, boneka takhayul dari Jepang yang selalu digantung di bagian “leher”-nya (en.wikipedia.org/wiki/Teru_teru_bozu). Setelah bertanya-tanya mengapa demikian dan melakukan survei secukupnya, muncullah ide untuk mengkombinasikannya dengan nuansa thriller. Sebenarnya, cukup mengekspos teru-teru bozu saja semua pembaca sudah cukup dibuat penasaran seberapa jauh tindakan psikopatik Anggi nantinya. Mungkin juga “petunjuk-petunjuk menjurus psikopat” lain sengaja ditambahkan untuk memancing kecurigaan salah seorang tokoh, yaitu Mamet, yang salah memahami perilaku psikopat sebagai sesuatu yang tampak jelas dari luar. 

Dari plot yang nampaknya biasa-biasa saja, seperti teenlit atau sinetron percintaan remaja, secara bertahap, setingkat demi setingkat plot menanjak menjadi prankster (mengerjai orang) hingga mencapai klimaksnya, yaitu thriller, “permainan mengerikan” yang amat mengejutkan, mendadak dan menghentak. Mungkin sebagian pembaca merasa kurang nyaman dengan penguraian bertahap yang terkesan lamban. Beberapa interaksi dalam tiap bab terkesan “numpang lewat”, padahal memuat fakta penting tentang hubungan setiap tokohnya. Juga berhubungan erat dengan apakah itu akan memicu tindakan psikopatik atau tidak, semacam tarik-ulur saat memancing ikan.

Yang jelas, saya sendiri merasa Adham sebagai penulis menggunakan semacam teknik untuk “menyihir” pembaca, menguji kesabaran mereka yang mencari thriller dalam sisipan teenlit padahal itu adalah klimaks, lalu ditutup dengan beberapa bab kesimpulan untuk menyampaikan pesan-pesan moral dan perubahan yang terjadi akibat thriller itu. 

Tentunya rangakaian “teka-teki” semacam Kotak Pandora atau Rubik itu perlu pula disimak. Para protagonis jelas telah melakukan usaha untuk mencegah “thriller” terjadi, namun si antagonis yang rupanya telah mempersiapkan segalanya dengan matang keburu bertindak. “Kengerian” terjadilah, jadi tinggal satu hal yang bisa dilakukan Pandu, si protagonis utama, yaitu “bertaruh nyawa demi kebabasannya,” dan perlu saya tambahkan, dengan cara menghentikan si antagonis. Caranya secara rinci? Silakan anda ungkap sendiri dengan membeli dan membaca novel ini. 

Dari segi karakter, pendalaman karakter Anggi, pengembangan karakter Pandu dan perubahan cukup dramatis pada diri karakter Mamet dan banyak lainnya akibat “Rahasia Hujan” ini patut disimak. Namun, saya sendiri juga berhasil dibuat berpikir, apa harus, apa perlu ada kejadian ekstrim dan orang-orang yang berperilaku ekstrim supaya terjadi perubahan yang signifikan dalam masyarakat? Kenyataannya, kesadaran masyarakat umumnya tak timbul dengan sendirinya. Bahkan, walau terjadi satu-dua kejadian ekstrim, begitu “gaung”-nya menghilang, masyarakat kembali lupa dan berbalik lagi melakuan kesalahan-kesalahan lama yang sama. 

Pendalaman agama dan pemberian kasih sayang yang disajikan sebagai sesuatu yang menyenangkan, menarik dan menggairahkan secara berkesinambungan bisa jadi solusi untuk membawa perubahan positif dalam budaya masyarakat, dan harap saja, jadi vaksin yang mencegah pola pikir psikopat. 

Kesimpulannya, salut untuk Adham yang cukup berhasil “menyihir” pembaca lewat karya thriller berselubung teenlit ini. Sedikit saran, mungkin plotnya bisa “diperhalus” dengan menghilangkan atau mengganti petunjuk-petunjuk yang terlalu “menjurus”. Contohnya, mengganti gambar-gambar seram dengan gambar orang, benda atau tempat yang melulu diguyur hujan. Juga, untuk “mengelabui” calon pembeli, diberikan kontradiksi antara desain cover teru-teru bozu di tengah hujan yang digantung di atas pohon, tanpa efek darah, warna cover cerah atau bernuansa biru dengan tetap mencantumkan “Sebuah Novel Thriller” di atasnya. 


Akhir kata, melengkapi nuansa takhayul Jepang di novel bersetting Indonesia ini, biarkanlah saya menembang,

Teru-teru bozu, teru bozu
Buatlah esok hari yang cerah
Seperti langit di mimpi
Jika besok cerah, aku akan memberikan bel emas

Tapi bila tidak, biarlah kau terus tergantung di sana, menurunkan hujan darah. 

***

Keterangan lebih lanjut tentang novel ini serta review-review lainnya dapat disimak di link Goodreads.com ini: http://www.goodreads.com/book/show/22715934-rahasia-hujan

Popular Posts