Oda Nobunaga |
VadisReview by Andry Chang
Oda Nobunaga, Sang Penakluk dari Owari
Penulis: SÅhachi Yamaoka
Up,
Close and Personal With the Devil King
Bagaimana bila seekor burung tak mau
bernyanyi?
Nobunaga berkata, “Bunuh burung itu!”
Hideyoshi berkata, “Buat burung itu ingin
bernyanyi.”
Ieyasu berkata, “Tunggu.”
Sebelum
membaca serial “Oda Nobunaga” ini, Sang Musafir menyelami sejarah Jepang di “Zaman Sengoku” lewat tokoh Toyotomi Hideyoshi dalam serial “Taiko” (Eiji Yoshikawa –
terbitan Gramedia Pustaka Utama). Dalam kanon karya Sohachi Yamaoka ini beliau
diajak berfokus pada Oda Nobunaga, salah seorang dari tiga penakluk yang
disebut dalam anekdot di atas.
Dalam novel
roman yang terdiri dari lima seri ini, karakter Oda Nobunaga yang unik, aneh
namun jenius dan sangat berani dijabarkan secara amat detail dan bertahap. Buku
pertama memahas transformasi Oda Nobunaga dari “Si Bodoh Besar” menjadi
pemimpin yang gagah, atau lebih tepatnya dari “masa persiapan” ke “masa
pengukuhan”. Di buku kedua, dalam “masa pengukuhan” itu Nobunaga mendapat ujian
maha berat. Di buku ketiga ia memasuki “masa ekspansi” dan hasilnya adalah
dimulainya “masa kejayaan”. Sang Musafir belum membaca buku 4 dan 5, jadi
berdasarkan sinopsis, di buku 4 Nobunaga makin menunjukkan “sisi kejamnya”, tak
pandang bulu bahkan pada kerabatnya sendiri. Dan di buku 5 adalah tentang
hasil-hasil akhir yang dituai Nobunaga dari sepak-terjangnya itu, segala akibat
yang menimpanya hingga akhir hayatnya.
Jadi, dari
buku pertama sampai ketiga, Sang Musafir mempelajari dan menangkap beberapa ciri
penting kepribadian Oda Nobunaga ini, di antaranya:
Sikap Mendobrak Tradisi dan Aturan-Aturan
Baku
Sikap dan
tindak-tanduk Nobu yang kasar dan urakan mengundang kontroversi dan
kesalahpahaman dari orang-orang di sekitarnya yang menjunjung tata-krama
Samurai (Bushido). Mereka tak
mengerti bahwa kadang untuk mencapai kemajuan, kita perlu berpikir lebih jauh
daripada tata-krama yang kaku. Tentunya, pengetahuan dan bakat juga penting,
kalau tidak yang urakan akan tetap jadi urakan. Perhatikan juga tokoh Hachisuka
Hikoemon dalam serial ini. Ia juga bergaya urakan, namun kapasitasnya masih di
bawah Nobunaga. Sementara Nobunaga melakukannya dalam rangka “masa persiapan”
untuk mencapai prestasi-prestasi legendaris.
Pemikiran “Out-of-the-Box”
Saat
dihadapkan pada situasi di mana fakta, logika dan angka-angka tak berpihak
padanya, Nobunaga menggunakan pengetahuan dari gaya hidup “urakan”-nya untuk
menciptakan strategi unik nan kreatif. Contoh nyata, saat menghadapi Imagawa
Yoshimoto yang memiliki pasukan 10 kali lipat lebih banyak, Nobunaga
menggunakan cara yang tak biasa, yaitu memanfaatkan samurai kampung, serangan
mendadak saat musuh lengah, juga memanfaatkan kelemahan dalam jasmani, mental,
sikap dan sifat musuh. Dibantu Hashiba Hideyoshi (Kinoshita Tokichiro), ide-ide
out-of-the-box makin banyak saja
lahir dari Klan Oda dan membuka jalan menuju penaklukkan seluruh Jepang.
Berani Mengambil Kesempatan Beresiko Besar
Seperti
layaknya seseorang memilih investasi di zaman modern, Nobunaga adalah tipe “penggemar
resiko”. Ia berani bertaruh segalanya demi mendapatkan hasil maksimal, yaitu
menguasai seluruh Jepang. Padahal bila ia sekali saja salah langkah dan gagal,
resikonya adalah kehilangan kepalanya sendiri dan seluruh Klan Oda musnah.
Contoh nyatanya adalah kampanye Oda menaklukkan Mino dan daerah-daerah yang
dekat ke Kyoto. Bila gagal, nasibnya bakal sama atau lebih parah daripada
Imagawa Yoshimoto.
Mampu Mengenali Karakter Orang Lain
Sepanjang
serial ini, tak terhitung berapa kali Oda Nobunaga berhadapan dengan hampir
segala macam sifat manusia. Namun dasar kepribadiannya yang kolerik membentuk
pola sikap yang cenderung sama. Nobunaga cenderung mau berteman akrab dengan
orang-orang “berpikiran maju” dan berkepribadian cocok dengannya. Orang-orang
berbakat namun pemikirannya standard dan biasa-biasa saja ia manfaatkan. Namun
Nobunaga cenderung kurang menghargai orang-orang berpikiran picik. Ia kurang
tenggang rasa dan toleransi, akibatnya menumpuk dendam dan dengki di hati
orang-orang picik itu.
Contohnya,
Nobunaga berteman akrab dengan Hideyoshi yang pemikirannya sama-sama “out of the box” dengannya. Juga akrab
dengan mereka yang berwatak tenang namun tajam seperti Tokugawa (Matsudaira)
Ieyasu. Nobunaga cukup memanfaatkan orang-orang berbakat dan berwatak dan berpola
pikir “biasa” seperti Shibata Katsuie dll sebagai bawahan. Namun ia cenderung
sinis dan kurang menghargai orang-orang picik, penjilat dan sok tahu, macam
Akechi Mitsuhide yang suka menonjolkan kejeniusannya demi mendapatkan
kehormatan pribadi. Tanpa disadari Nobunaga, bibit-bibit dengki yang
ditanamkannya dalam diri orang-orang picik itu akan memicu bencana besar di
kemudian hari.
Kesimpulannya,
walaupun Oda Nobunaga dipandang sejarah dan orang-orang di zamannya sebagai “Si
Raja Iblis”, disamakan dengan Cao Cao dalam roman Tiongkok “Kisah Tiga Kerajaan”,
Sang Musafir menganggap tokoh controversial ini termasuk yang paling menarik
untuk digali, dipelajari kepribadiannya secara mendalam. Memang banyak aspek
lain kepribadian Sang Penakluk dari Owari ini yang tak dijabarkan dalam review
ini, yang bertebaran dalam serial ini seperti hamparan bunga sakura.
Dan harus
diakui, selain “Taiko”, serial “Oda Nobunaga” ini layak jadi sumber inspirasi
dan pedoman pola pikir bagi semua pembaca, tak hanya penggemar novel sejarah
atau novel setting Jepang Kuno saja. Bila ada kesempatan, Sang Musafir akan
membuat posting tentang istilah-istilah yang sering digunakan novel-novel berlatar
Jepang dan Tiongkok Kuno. Selebihnya, silakan dibaca dan selamat terinspirasi.