Tuesday, April 17, 2007

The Heart is A Lonely Hunter

Judul buku : The Heart is A Lonely Hunter
Penulis : Carson McCullers
Penerjemah : A.Rahartati Bambang Haryo
Penerbit : QanitaCetakan : I – Februari 2007
Tebal : 491 hlm

TATKALA MIMPI-MIMPI BERAKHIR SEPI
Pada mulanya adalah persahabatan dua orang bisu tuli, John Singer dan Spiros Antonapoulos. Mereka menempati satu kamar sewaan. John Singer, si Kurus, bekerja di sebuah toko perhiasan sebagai tukang gravir. Sedangkan si Gendut, Antonapoulos, bekerja di toko buah dan permen milik sepupunya. Meski Antonapuolos lebih sering tak peduli pada sahabatnya, kasih sayang John Singer kepadanya tak pernah berkurang. Bahkan pun setelah Antonapoulos dikirim ke rumah sakit jiwa oleh sepupunya, John tetap setia mengunjunginya secara berkala. Setelah kepergian sahabatnya, John dilanda kesepian yang sangat. Ia benar-benar kehilangan orang tedekat yang sangat dikasihinya, walaupun orang tersebut dalam kenyataannya tak pernah membalas kasihnya. Hanya makanan dan tidur saja yang menjadi perhatiannya. Sebuah persahabatan yang timpang sebetulnya. Ketika John Singer tak tahan lagi bersendiri di kamar yang biasa mereka tempati bersama itu, ia kemudian pindah menyewa sebuah kamar milik keluarga Kelly. Di sini ia bertemu orang-orang baru yang kelak menjadikannya teman curhat mendengarkan segala uneg-uneg mereka : Mick Kelly, Dr.Copeland, Biff Brannon, dan Jake Blount. Bagi mereka, John Singer adalah ‘pendengar’ yang baik. Ia ‘mendengarkan’ cerita-cerita mereka dengan cara membaca gerak bibir. Dari sinilah Carson McCullers membawa pembaca menelusuri jiwa-jiwa manusia yang kesepian. Karakter-karakter dalam novel yang ditulis ketika McCullers baru berusia 23 tahun ini – berarti pada tahun 1940 – adalah sejumlah karakter yang kesepian. Mick Kelly, anak perempuan pemilik penginapan yang disewa John ini, baru berusia 12 tahun. Ia tomboy, tidak memiliki banyak teman, tak akur dengan kakak-kakak perempuannya, dan diam-diam terobsesi menjadi pianis terkenal. Dalam kesendiriannya ia asyik memutar musik di kepalanya. Biff Brannon, pemilik New York Café, kedai makan kecil tempat John Singer dan orang-orang di kota itu ngopi dan kongkow-kongkow. Sejak kematian istrinya, lelaki baik hati ini betul-betul meras kesepian. Ia mendambakan kehadiran seorang anak dalam hidupnya. Dokter Copeland – lengkapnya Benedict Mady Copeland – adalah seorang kulit hitam yang berpendidikan dan berpikiran maju bagi masa depan anak-anaknya dan orang-orang Negro yang ketika itu mengalami perlakuan sangat diskriminatif, terutama di (Amerika Serikat bagian) Selatan. Ia bertekad memberikan pendidikan terbaik bagi putra-putranya. Namun, apa lacur, harapannya hancur. Tak satu pun dari ketiga orang putranya mewujudkan impiannya. Bahkan, si Bungsu Willie, sempat masuk bui lantaran terlibat perkelahian. Sedangkan putrid satu-satunya, Portia, hanya mampu ‘berkarier’ sebagai pelayan di rumah keluarga Kelly. Di hari tuanya, Dr.Copeland harus menerima kenyataan pahit : ditinggalkan anak-anaknya dan berjuang sendiri menentang perilaku rasis masyarakat dan pemerintah (kulit putih) negara bagian Georgia. Dan, Jake Blount. Sebenarnya ia seorang pendatang di kota itu. Pemabuk yang tak memiliki pekerjaan tetap ini adalah juga seorang penganut paham sosialis yang radikal. Ia, seperti halnya Dokter Copeland, menentang keras perbedaan kelas dan pengagum berat Karl Marx. Ia senantiasa merasa sendirian dalam ideologinya itu. Tadinya, saya menduga para karakter ini pada akhirnya akan dipertemukan dalam sebuah peristiwa. Atau setidaknya ada satu persoalan yang menautkan mereka. Tetapi, kiranya tidak demikian. Sampai di lembar penutup, tokoh-tokoh ini berjalan sendiri-sendiri. Hanya ada satu kesamaan : mereka makhluk-makhluk yang kesepian. Ya, ini novel klasik tentang orang-orang yang kesepian. Daya pikatnya, barangkali, ada pada narasi yang digarap secara amat detail, halus, cermat. Akibatnya, tempo cerita terasa lambat sehingga butuh perjuangan tersendiri menamatkannya. Bagi pembaca yang tak sabaran, bisa jadi malah membosankan. Mungkin, The Heart Is A Lonely Hunter ini bisa dikategorikan sebagai novel psikologis. Konfliknya internal, berupa pergulatan batin para tokohnya. Sesungguhnya, McCullers tak hanya bercerita tentang kesepian belaka. Secara halus ia juga menyampaikan persoalan rasialisme yang tengah marak di Selatan pada masa-masa itu. Disinggungnya pula ihwal kapitalisme yang menindas dan mengeksploitasi kelas pekerja (buruh). Problem sosial yang sangat khas Selatan : kemiskinan dan keterbelakangan. Bagi seorang yang terlahir sebagai kulit putih, McCullers memiliki kepekaan seorang humanis yang tinggi terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya pada masa itu. Gadis ini tak bisa hanya diam berpangkutangan dalam keprihatinannya. Maka kemudian, ia memilih bersuara lewat karya-karya prosanya. Film dengan judul yang sama berdasarkan novel ini telah dibuat pada 1968 dan mendapat nominasi untuk kategori pemeran utama pria dan pemeran pembantu wanita terbaik dalam ajang Oscar.

Endah Sulwesi 15/4
Kunjungi Friendster Qanita di http://www.friendster.com/profiles/qanitabooks

No comments:

Post a Comment

Popular Posts