Friday, May 22, 2015

4 MUSIM CINTA VadisReview




4 Musim Cinta


Apa kau percaya jika satu hati hanya diciptakan untuk satu cinta? Barangkali beruntung orang-orang yang bisa jatuh cinta beberapa kali dalam hidupnya. Tetapi aku yakin, lebih beruntung mereka yang sanggup menghabiskan hidupnya dengan satu orang yang dicintai dan mencintainya.

4 Musim Cinta adalah sebuah novel yang bertutur tentang lika-liku kehidupan cinta empat birokrat muda: satu wanita, tiga pria. Gayatri, wanita Bali yang merasa berbeda dengan wanita-wanita pada umumnya. Gafur, pria Makassar yang menjalin kasih dengan seorang barista asal Sunda yang enggan menikah. Pring, pria Palembang yang nikah muda tetapi harus terpisah jauh dari istrinya karena tugas negara. Arga, pria Jawa yang selalu gagal menjalin hubungan dengan wanita. Mereka bertemu dan saling berbagi rahasia. Tak disangka, setiap rahasia kemudian menjadi benih-benih rindu yang terlarang. Persahabatan, cinta, dan kesetiaan pun dipertaruhkan.

Format:            Paperback, 332 halaman
Penerbit:          Exchange
ISBN13:          9786027202429
Website:          http://kaurama.com/exchange/


Pecinta Empat Musim di Negeri Dua Musim
Resensi dan Bedah Novel oleh: Andry Chang

(Perhatian: Mungkin mengandung Spoiler)

Menilik biodata para penulis yang berlatar belakang profesi serupa, yaitu Pegawai Negeri Sipil, khususnya di Direktorat Jenderal Perbendaharaan, tak heran novel “4 Musim Cinta” ini berlatar belakang kalangan birokrat di bidang kerja yang sejenis, bahkan pernah satu kantor saat bertemu. Mungkin inilah contoh kedekatan dan keakraban yang timbul karena kesamaan lokasi dan profesi – yang mana kadangkala sulit terwujud di kantor-kantor lain, karena faktor budaya kerja, watak para karyawan dan manajemen dan sebagainya.

Namun, apakah keempat tokoh utama itu lantas benar-benar beruntung bisa saling bersahabat? Apakah semuanya bisa selalu indah seperti musim semi? Mari kita tinjau para tokoh kunci dalam kisah ini.

Gayatri adalah “winter”. Ia adalah gadis yang cerdas dan berdedikasi tinggi hingga karirnya melejit. Karena wataknya itulah Gayatri cenderung terkesan perfeksionis. Seperti halnya musim dingin, ia membangun dinding-dinding es tebal yang membentengi hatinya. Seakan hanya pria yang wataknya “seperkasa” Hercules saja yang bisa menembus dan meluluhkan dinding itu. Sayangnya, entah karena beban pekerjaan yang berat ataupun faktor-faktor lainnya, Gayatri jadi sulit bertenggang rasa pada pria, dan menetapkan standar kedewasaan yang tinggi – atau lebih tepatnya – sekuat Hercules. Parahnya lagi, pria-pria yang makin dekat dengannya adalah seperti Adam – justru setelah menikah Adam jadi lebih dekat lagi dengan Gayatri. Dan Pring yang mampu meluluhkan hati Gayatri yang standar “taste”-nya juga tinggi, termasuk dalam hal puisi, lagu, kopi dan pembicaraan-pembicaraan yang cerdas dan/atau filosofis.

Pring adalah “spring”. Dialah pria yang mampu meluluhkan dinginnya es musim dingin dengan kehangatan musim semi yang penuh keindahan. Tapi Pring bukan dewa, dia manusia biasa. Parahnya lagi, statusnya kini adalah seorang suami. Tugas negara membuatnya harus jauh dari sang istri, dan yang paling gawat, Pring, seperti halnya pria pada umumnya, butuh kehangatan yang berasal dari kedekatan. Hanya keindahan dan kehangatan itulah yang dapat menghibur dan menghangatkan hatinya dari kesepian dan mengurai kekusutan akibat beban pekerjaan. Bila ia tak bisa mendapatkannya dari sang istri yang tinggal jauh, apa lantas ia harus menggali kehangatan itu dari rekan kerja yang dekat?

Arga adalah “summer”. Di negeri empat musim, musim panas adalah waktu libur sekolah yang biasa digunakan untuk berwisata dan bersenang-senang. Begitu pula dengan Arga, dia selalu bisa jadi teman yang baik bagi orang-orang di dekatnya, tempat untuk mencurahkan hati dan berbagi rasa. Mungkin sifat “easy going”-nya itu yang membuatnya terkesan tak terlalu serius dalam hubungan antar personal, tak begitu mampu menyentuh kedalaman hati orang lain, terutama lawan jenisnya. Pendeknya, dia tak terlalu dewasa. Apalagi sebenarnya Arga punya sifat emosional yang cenderung tersembunyi di balik topeng kecerdasan, pengetahuan dan tuntutan citra kerjanya yang profesional. Seperti bom waktu, tak bisa dibayangkan bila suatu hari emosinya sampai tersulut dan “meledak”.

Gafur adalah “autumn”. Dalam situasi musim gugur yang berangin, saatnya mencari tempat berteduh dalam kebersamaan. Sebenarnya Gafur sudah sangat siap menjadi “tempat berteduh” itu. Pasalnya, ia adalah seorang pria yang sebenarnya mampu mencintai wanita secara utuh, wajar dan tulus, cukup mapan pula. Sayang ia berhubungan dengan orang yang salah, orang yang masih ingin terus bertualang dan menganggap Gafur adalah “tempat berteduh yang kurang nyaman”. Akhirnya, setelah lama ditunda-tunda dan hubungannya “digantung”, Gafur menghadapi pilihan untuk mengejar karir dan impiannya atau terus berharap ikatan yang tak bisa ia simpul. Bisa ditebak, Gafur memilih yang pertama. Tapi apa hasil dan akibatnya?

Selain itu, ada juga tokoh-tokoh kunci lainnya sebagai berikut:

Dira. Menurut saya, sikap Dira ini menyebalkan. Kenapa? Bukannya bersyukur bisa memiliki hati Gafur yang notabene sudah cukup mapan, tulus dan dewasa, Dira malah terus menunda-nunda dan tak mau melangkah ke jenjang hubungan yang lebih tinggi. Saat Gafur ingin mengejar mimpi agar dapat lebih membahagiakan Dira, Dira tak mau “diikat” dulu. Mungkin Dira bercita-cita ingin hidup mewah dan menjalani gaya hidup hedonistis, dan surat-suratnya sering berpanjang-lebar. Entah mungkin mengira Gafur bakal terlalu lama jadi sukses atau hanya bosan, Dira malah berpindah ke lain hati. Siapa sasarannya dan apa akibatnya? Sebenarnya mudah ditebak, tapi silakan simak sendiri.

Indah, istri Pring adalah tipikal istri dan wanita pada umumnya yang rindu perhatian, kasih sayang, kehangatan dan juga bisa memperhatikan pasangannya. Sayang entah karena terlalu sibuk bekerja atau semacamnya, Pring yang sedang jauh jadi terlau lelah dan malas memberikan perhatian itu. Bisa jadi watak Indah terlalu polos, terlalu sabar, pura-pura tidak tahu tingkah laku Pring atau hanya mengikuti kodratnya sebagai wanita. Atau bisa jadi Indah memiliki pemikiran yang terbuka dan mampu berlapang dada, berbesar jiwa. Jadi ia lebih memilih cara-cara cerdas untuk mencari kebenaran dan menyelamatkan pernikahannya, daripada melulu berprasangka.


Plot (Jalan Cerita):

Nah, interaksi keenam tokoh kunci ini, ditambah tokoh-tokoh latar dari dunia kerja diramu sedemikian rupa, membangun hubungan yang tampaknya akrab tapi mengandung kepalsuan, rahasia-rahasia yang sengaja tak diungkap dan sikap saling berasumsi saja – yang mana itu sangat manusiawi. Misalnya, Pring berasumsi Gayatri sudah tahu ia sudah menikah, dan Gafur yang sudah tahu itu pula tak memberitahu Gayatri. Gayatri mungkin juga bisa mencari tahu lebih banyak tentang status terbaru Pring lewat Facebook atau semacamnya, seperti yang ia tak sengaja temukan pada “mantan”-nya, Adam. Tapi entah Pring tak punya akun Facebook atau selalu berahasia tentang dirinya, atau Gayatri yang sudah terbius habis oleh puisi-puisi Pring.

Jadi, berdasarkan sinopsis di atas mudah saja menebak siapa-siapa yang menabur benih-benih rindu yang terlarang, persahabatan siapa yang rusak, siapa yang mempertaruhkan kesetiaannya atau bahkan berkhianat karena menganggap yang satu lebih baik daripada yang lain. Siapa yang tampak tegar padahal amat rapuh, juga siapa yang selalu mendamba walaupun mustahil adanya.

Sepanjang cerita kolaborasi empat penulis ini, keempat tokoh kunci bercerita dengan sudut pandang masing-masing. Cerita yang diungkapkan adalah pandangan masing-masing tokoh terhadap berbagai macam hal, dan apakah tokoh-tokoh lain mampu sinkron dengan dirinya dan niscaya membangun hubungan saling percaya dan saling berbagi rahasia. Lucunya, rahasia status Pring yang diketahui Gafur, misalnya tak lantas diberitahukan pada Gayatri, dan Gafur malah menegur Pring saja. Tapi Gayatri entah kenapa tidak tahu dan terlalu terbuai untuk mencari tahu jati diri Pring yang sebenarnya. Apakah cinta sungguh membuatnya mabuk kepayang?

Andaikan Gayatri bisa menurunkan sedikit standarnya dan mau menerima pria seperti Arga, misalnya, mungkin dia takkan jadi korban dan terjebak dalam kepalsuan. Andai Pring lebih menghargai kesakralan pernikahan daripada hasrat pribadinya sendiri, mungkin dia bakal lebih sabar menghadapi istrinya, Indah dan tak terlalu mudah terbuai pesona kepribadian Gayatri. Kalau tentang Dira, saya tak mau berandai-andai karena sikap dan cara berpikirnyalah yang membuat dia menjadi antagonis dan pemicu salah satu konflik klimaks dalam novel ini.

Hasil akhir dan kesimpulannya sangat sesuai dengan sinopsis. Ada orang yang seharusnya merasa beruntung bisa menghabiskan hidupnya dengan satu orang yang dicintai dan mencintainya, tapi malah dibutakan hasratnya sendiri hingga ia hampir saja kehilangan keberuntungannya itu. Ada yang sudah bertekad menyerahkan hatinya pada satu orang saja, tapi tak cukup beruntung. Ada yang mencoba berkali-kali ke beberapa orang tapi selalu gagal menjalin hubungan lebih dekat atau tetap di “friend zone” saja. Ada pula yang entah standarnya terlalu tinggi, idealis atau menganggap dirinya sendiri beda, jadi sulit menemukan orang yang tepat untuk menjaga hatinya hingga akhir hayat, lingkup pilihannya terlalu sempit, selalu bertemu dengan orang yang salah dan kurang beruntung dalam hal jodoh.

Ending novel “4 Musim Cinta” ini tidak terlalu konklusif dan lumayan wajar menurut hati lapang dan akal sehat. Bisa jadi ini terjadi pula pada kebanyakan orang di sekitar kita. Namun karena ini adalah akibat dari interaksi 4 orang yang bersahabat erat, kesannya jadi cukup unik khususnya bagi saya yang notabene bukan penikmat besar novel-novel genre romance.

Majulah terus, akan ada hujan setelah kemarau
Akan ada bunga musim semi setelah salju musim dingin
Semoga bunga cinta yang merekah di musim semi
Dapat berbuah dan menebar benih pada waktunya
Sebelum akhirnya layu, gugur dan meranggas
Saat musim gugur dan musim dingin tiba lagi

No comments:

Post a Comment

Popular Posts