Tuesday, May 16, 2006

Apakah Semua Agama Menjamin Keselamatan?

Apa Yang Saya Pahami Dari Alkitab?
Apakah Paham-Paham Agama Lain Selain Paham Penebusan Dosa Juga Menjamin Keselamatan?


Bisa saja. Beda antara Paham Penebusan dan paham-paham kebenaran dari agama lain adalah cara yang Tuhan berikan pada manusia untuk mendapatkan sifat alami Allah itu. Tujuan akhir semuanya sama, yaitu agar saat manusia dipanggil Allah, hati nurani manusia sudah dikuasai sifat alami Allah sehingga Allah mau menerima manusia pulang ke rumahNya.

Dalam ajaran Kristen, contoh orang yang mati dan dibangkitkan dalam 100% sifat alami Allah itu sudah diberikan pada kita. Karena itu Dialah jalan dan solusi keselamatan kita. Karena Dialah segala kutukan dan hukuman dosa – yaitu maut jadi tidak berlaku bagiNya. Apa kita juga mau agar kutukan dan hukuman dosa tidak berlaku bagi kita? Ada dua cara : Patuhilah segala hukum dan perintah Allah sampai akhir, DAN agar sempurna dan hati kita jelas-jelas didominasi sifat alami Allah, percaya dan ikutlah Sang Penebus. Siapa namaNya? Yesus Kristus.

Sebelum dan selain solusi lewat Yesus yang disalib, dari hasil interaksi antara manusia dan Allah, Allah memberikan petunjuk dan perintah dan manusia mematuhinya agar manusia memihak kebenaran dan kebaikan yang bersumber dari Allah dan memiliki hati nurani yang baik berdasarkan sifat alami Allah dengan banyaknya latihan, penghayatan dan interaksi dengan Allah.

Agama Yahudi yang berdasarkan Hukum Taurat, Islam, Hindu, Buddha dan aliran-aliran lain yang lurus dan benar entah apa namanya, seperti yang dipercayai para penganutnya, adalah solusi-solusi lain yang diberikan Tuhan hasil interaksiNya dengan manusia lewat para nabiNya khususnya dalam hal penyelamatan dan akan kemana manusia sesudah mati. Apakah berkalang gelap dan hampa, tak bisa merasakan apa-apa? Reinkarnasi (ini penjelasan yang paling masuk akal dan yang paling alami tentang apa yang terjadi pada roh yang sudah meninggal)? Ke surga, atau ke neraka?

Ada harapan dari manusia tentang apa tujuan hidupnya dan tujuan selanjutnya setelah hidup alamiah berakhir. Apakah hanya untuk mewariskan sesuatu di dunia lantas lupa, tak ingat apa-apa lagi lalu hampa – atau berinkarnasi tanpa bisa mengingat kehidupan sebelumnya? Oh, tidak. Harusnya bisa lebih dari itu. Sia-sialah hidup apabila suatu saat kita terlupakan dan tidak dikenang lagi – seperti yang dialami kebanyakan orang. Atau kita juga lupa apa saja sumbangsih kita dalam hidup alamiah kita yang terdahulu. Fana, hampa, tidak abadi.

Jadi Tuhan yang adalah abadi, pencipta kita, memberikan solusi. Ia menciptakan kita untuk menyebarkan kasih dan kebersamaan dalam keabadian, dalam kumpulan mereka yang berhati tulus dan tidak akan pernah luntur kesetiaannya. Menciptakan suatu dunia yang positif dan benar-benar baik, kemenangan kebaikan yang total dan abadi atas kejahatan.
Allah memberikan jalan agar manusia yang tidak mengikuti jalan Tuhan, tapi jalan dunia (yang sudah dimanfaatkan oleh iblis) bisa kembali mengikuti jalan Tuhan dan menemukan jalan pulang ke rumah Bapa di surga.

Caranya adalah seperti cara pertama dalam Kristen: Patuhilah segala hukum, petunjuk dan perintah Allah sampai akhir hidup alami kita. Jauhi kejahatan dan lakukanlah kebaikan. Jangan berusaha untuk mendapatkan kepuasan duniawi, tapi manfaatkanlah segala alat dan sarana yang disediakan dunia ini dalam menunaikan tugas kita menyebarkan cinta kasih, kebaikan dan kebenaran Tuhan dengan hati yang tulus yang adalah sifat alami Tuhan.

Namun, celakanya, sayangnya, manusia lahir dalam sifat alami dunia dan sifat alami dosa (hukum alam dunia ini sudah jadi dosa bagi Allah karena sudah terkorupsi iblis). Jadi hati manusia adalah hati alami yang lemah, netral, mudah terpengaruh baik oleh pengaruh positif dan negatif. Setiap manusia akan melakukan sesuatu, pengaruh positif dan negatif selalu berperang dalam dirinya dan secara alamiah manusia selalu memihak dan memprioritaskan kepentingan, kebahagiaan dan kepuasan dirinya sendiri, yang alamiah dan duniawi (atau segala sesuatu yang berkaitan langsung dengan dirinya yang mendukung dalam usahanya mendapatkan kebahagiaan tersebut).
Karena itulah tujuan hatinya jadi tidak tulus, dan apapun yang dia lakukan, apakah itu baik atau buruk adalah untuk memenuhi tujuan yang tidak tulus itu. Egoisme, rasa takut, iri hati, kesenjangan, sombong, adalah beberapa produk dari perasaan-perasaan alamiah itu.

Kalau memang kebetulan manusia itu punya kesadaran dan keinginan untuk memahami jalan Tuhan, itu bagus, dan bilamana ia setia sampai akhir keselamatan akan jadi miliknya. Entah dia itu Islam, Kristen, Buddha, Hindu, dan sebagainya. Mungkin kesadaran itu timbul karena ia mendapatkan dan mengalami banyak kebaikan Tuhan lewat sesama manusia dan pengalaman-pengalaman pribadinya. Hampir mati lalu sadar akan dosanya dan bertobat, misalnya. Tapi sifat alami manusia tidak bisa hilang sepenuhnya sampai akhir, hanya bisa didominasi saja. Dan sisa-sisa kealamian itu sering menggoda kita, apalagi kalau sudah ditambah pengaruh negatif dan jahat, dan akhirnya kita berdosa lagi, berdosa lagi. Berdosa, minta ampun, lalu berdosa lagi, minta ampun lagi, terus begitu sampai napas terakhir. Begitu terjerumus, dan kita dipanggil Tuhan dalam keadaan ‘kotor’ dan ‘negatif’, celakalah kita.

Dalam Islam, Buddha, Hindu dsb, untuk menarik kembali mereka yang terhilang dalam dosa, perlu dikucurkan curahan output pengampunan, kebaikan dan cinta kasih dari sesama penganut supaya perlahan-lahan pengaruh positif dari cinta kasih itu mengalahkan pengaruh negatif dan yang terhilang bisa kembali ke jalan yang benar, dan menyuplainya terus dengan kasih yang mengingatkannya akan teladan dan kebenaran ajaran Tuhan lewat para nabiNya.

Tapi dalam Kristen, selain dengan cara itu, ada tambahan satu kekuatan lagi yang mampu dengan mutlak mengembalikan jaminan jalan yang benar dalam Tuhan, yaitu Yesus yang telah memberi teladan, jaminan dan pengharapan yang pasti akan keselamatan. Pada prinsipnya kita tinggal ingat padaNya, percaya padaNya dan membuktikan kepercayaan tersebut dengan meneladaniNya lewat sikap, tingkah laku dan perbuatan, dan itu yang jadi sertifikat jaminan keselamatan kita. Iman tanpa perbuatan pada dasarnya adalah mati. Karena pada dasarnya keselamatan itu sudah diberikan sebagai hadiah bagi kita, kita tinggal menunaikan tugas pertama – mematuhi Tuhan dengan tulus dan setia sampai akhir dengan isi hati yang penuh dengan rasa syukur. Para umat agama lain mematuhi Tuhan untuk mendapatkan keselamatan, umat Kristen mematuhi Tuhan untuk mengungkapkan rasa syukur karena sudah mendapatkan keselamatan dengan mencurahkan cinta kasih pada Tuhan dan sesama manusia.

Tapi hati-hati, umat Kristen. Jangan mentang-mentang sudah dapat keselamatan lantas petantang-petenteng bertindak seenaknya. Anda masih harus mengamalkan iman itu dalam perbuatan. Kalau sikap dan perbuatan anda tidak sesuai dengan apa yang anda imani, malahan jatuh dalam dosa lagi dan kembali pada ciri-ciri duniawi, berarti anda tidak benar-benar percaya pada Yesus, menyesatkan orang lain dan anda bukan termasuk orang-orang yang diselamatkan.

Jadi kalau dipikirkan lebih mendalam, sebenarnya cara Kristen juga tidak jauh berbeda dengan cara-cara di agama-agama lain. Malah serupa, tapi tak sama. Allah telah mengutus banyak nabi, pembimbing bagi kita untuk mencapai keselamatan. Kalau hati kita tertuju pada Allah, kita tinggal memilih untuk percaya pada bimbingan siapa? Akan mengikuti siapa, siapa yang akan menuntun kita pada Allah? Yesus Kristus? Muhammad SAW? Sang Buddha – Siddharta Gautama? Musa dan Elia? Tinggal pilih, terserah anda menurut cara yang paling efektif dan sesuai dengan anda. Sampai bertemu di Rumah Bapa di Surga suatu hari nanti.

Oya, satu catatan kecil: Hati-hati pada ajaran sesat dan nabi-nabi palsu. Muhammad SAW adalah nabi Allah yang terakhir. Allah tidak mungkin mengirimkan pembimbing yang menyisipkan perbuatan dosa dan paham-paham duniawi dan mencampuradukannya dalam ajaran sifat alami Allah. Yang penting outputnya. Kalau outputnya cinta kasih atas sesama dan semangat untuk membuat hidup lebih baik, itu masih bisa dianggap aliran atau sekte yang lurus. Tapi kalau outputnya adalah hal-hal duniawi, kepuasan duniawi, dan yang secara nurani yang baik itu adalah dosa, jauhilah sejauh-jauhnya, agar jangan kita tersesat.

No comments:

Post a Comment

Popular Posts