Posted by: "Faisal Noerdin" f_noerdin_747@yahoo.com f_noerdin_747
Wed Jul 12, 2006 8:39 pm (PST)
Sekarang ini BI sedang menggodok peraturan untuk membuat suatu peraturan yang membatasi jumlah kepemilikan kartu kredit oleh nasabah. Apabila peraturan ini jadi ditetapkan maka, seseorang hanya bisa memegang 2-3 kartu kredit saja. Hal ini tentu saja melanggar hak-hak konsumen sebagai nasabah kredit suatu bank atau lembaga penerbit kartu kredit.
Memang benar banyak kasus ditemui, banyak konsumen yang tidak bisa mengatur pemakaian kartu kreditnya, adapula konsumen yang memiliki banyak kartu kredit hanya sebagai sarana gali lubang tutup lubang, dan ada pula konsumen yang memiliki niatan yang tidak baik dengan memiliki banyak kartu kredit.
Namun jika peraturan ini jadi ditetapkan, tentu saja akan sangat merugikan bagi konsumen yang baik, dalam arti konsumen yang bisa mengatur keuangannya atau penggunaan kartu kredit - kartu kreditnya sesuai dengan keperluannya. Banyak konsumen yang memiliki 4-5 kartu kredit yang digunakan sesuai dengan keperluannya, dan disesuaikan pula dengan promosi yang dikeluarkan oleh bank penerbit kartu kredit. Konsumen-konsumen seperti ini biasanya mengatur pembelanjaan kartu kreditnya dengan baik, seperti : kredit 1 digunakan untuk pembelian tiket travel penerbangan, kartu kredit 2 untuk pembelanjaan sehari-hari, kartu kredit 3 khusus untuk berbelanja di hipermaket tertentu karena memang dikeluarkan oleh hipermaket tersebut dengan fasilitas promosi diskonnya, kartu kredit 4 untuk membayar tagihan-tagihan seperti telepon, listrik, dll. Ada pula konsumen khususnya level-level marketing manager, memisahkan salah satu kartu kreditnya khusus digunakan untuk keperluan perusahaan/kantor,
yang digunakan untuk tugas-tugas kantor dan juga untuk menjamu client-client perusahaan.
Peraturan yang sedang digodok sekarang ini jelas-jelas akan melanggar hak konsumen. Padahal sebenarnya BI dengan bekerjasama dengan bank/lembaga penerbit kartu kredit bisa melakukan hal-hal yang lebih baik. Banyak kasus yang terjadi, bahwa seseorang yang katanya sudah di "Black-List" oleh bank tertentu karena mengemplang pembayaran tagihan kartu kreditnya, masih bisa mendapatkan kartu kredit lagi dari bank yang berbeda, bahkan lebih dari satu-dua buah lagi. Bagaimana ini bisa terjadi...??? Apakah tidak ada koordinasi yang baik antara sesama bank penerbit kartu kredit dan BI...??? Seharusnya hal-hal seperti inilah yang harus dibereskan oleh BI dan bank-bank penerbit kartu kredit, tertutama oleh BI sebagai regulator perbankan, bukan malahan membuat peraturan baru yang kontradiktif yang malahan melanggar hak-hak konsumen.
Untuk kasus pemalsuan kartu kredit yang banyak terjadi, BI seharusnya mempercepat penerapan penggunaan Chip-Card seperti yang telah digunakan di negara-negara lain terutama di Eropa.
Memang benar banyak kasus ditemui, banyak konsumen yang tidak bisa mengatur pemakaian kartu kreditnya, adapula konsumen yang memiliki banyak kartu kredit hanya sebagai sarana gali lubang tutup lubang, dan ada pula konsumen yang memiliki niatan yang tidak baik dengan memiliki banyak kartu kredit.
Namun jika peraturan ini jadi ditetapkan, tentu saja akan sangat merugikan bagi konsumen yang baik, dalam arti konsumen yang bisa mengatur keuangannya atau penggunaan kartu kredit - kartu kreditnya sesuai dengan keperluannya. Banyak konsumen yang memiliki 4-5 kartu kredit yang digunakan sesuai dengan keperluannya, dan disesuaikan pula dengan promosi yang dikeluarkan oleh bank penerbit kartu kredit. Konsumen-konsumen seperti ini biasanya mengatur pembelanjaan kartu kreditnya dengan baik, seperti : kredit 1 digunakan untuk pembelian tiket travel penerbangan, kartu kredit 2 untuk pembelanjaan sehari-hari, kartu kredit 3 khusus untuk berbelanja di hipermaket tertentu karena memang dikeluarkan oleh hipermaket tersebut dengan fasilitas promosi diskonnya, kartu kredit 4 untuk membayar tagihan-tagihan seperti telepon, listrik, dll. Ada pula konsumen khususnya level-level marketing manager, memisahkan salah satu kartu kreditnya khusus digunakan untuk keperluan perusahaan/kantor,
yang digunakan untuk tugas-tugas kantor dan juga untuk menjamu client-client perusahaan.
Peraturan yang sedang digodok sekarang ini jelas-jelas akan melanggar hak konsumen. Padahal sebenarnya BI dengan bekerjasama dengan bank/lembaga penerbit kartu kredit bisa melakukan hal-hal yang lebih baik. Banyak kasus yang terjadi, bahwa seseorang yang katanya sudah di "Black-List" oleh bank tertentu karena mengemplang pembayaran tagihan kartu kreditnya, masih bisa mendapatkan kartu kredit lagi dari bank yang berbeda, bahkan lebih dari satu-dua buah lagi. Bagaimana ini bisa terjadi...??
Untuk kasus pemalsuan kartu kredit yang banyak terjadi, BI seharusnya mempercepat penerapan penggunaan Chip-Card seperti yang telah digunakan di negara-negara lain terutama di Eropa.
No comments:
Post a Comment