Thursday, December 30, 2010

Valharald - Kesatria Talismandala & Pertempuran di Vincha

Rating:★★
Category:Books
Genre: Science Fiction & Fantasy
Author:Adi Toha
Review Novel

VALHARALD – Kesatria Talismandala & Pertempuran di Vincha

Karya: Adi Toha (http://jalaindra.wordpress.com)

Penerbit: Diva Press (www.divapress-online.com)

Paperback, 411 Halaman, Diterbitkan 20 April 2010


Reviewer: Andry Chang (www.vadis.tk)
------------------------------------------------------------

Valharald – A Knight in Shining Armor?

Kembali dalam rangkaian marathon antardunia, kali ini Sang Musafir berkunjung ke – sebutlah ini – Dunia Tak Bernama, ke Negeri VarchLand yang indah.

Karena media “perpindahan ke dunia lain” ini adalah buku, tentunya “kunci penarik” pertama adalah sampul bukunya. Kesan pertama yang didapat Sang Musafir adalah tokoh utama novel ini adalah “a knight in shining armor”, ksatria berzirah besi yang namanya terkesan seperti plesetan dari “Valhalla”.

Tata sampul khas Gobaqsodor yang artistik, “Cinemalicious” dan “real-life images tambal-sulam” memang jadi nilai jual tersendiri, tetapi jangan sampai ini menjadi pisau bermata dua dengan mengurangi “spirit” dari cerita ini sehingga terkesan “menyesatkan” para calon musafir tentang figur Valharald yang adalah judul besar cerita yang pada dasarnya seharusnya ditampilkan di cover. Atau, bila nanti mau membuat cetakan kedua, diusulkan pada cover ditampilkan keduabelas lambang yang mewakili para ksatria dan Mahkota Liafala di tengah-tengahnya – no less, no more.

Satu hal yang membuat “idealistic senses” Sang Musafir “gemetar” adalah endorsement pada cover yang mungkin adalah salah satu trik marketing dengan memberi “janji jaminan mutu” untuk menarik pembaca umum dari kalangan mainstream, sama seperti prinsip: “kecap saya dijamin nomor satu!” Yah, untunglah isinya cukup memberikan kesan bagus, menghibur, exciting dan feel good, walaupun tidak sampai “gemetar”. Mungkin – Sang Musafir setuju dengan istilah reviewer lain – lebih tepatnya “tergetar”.

Oke, terlepas dari yang di-endorsed, kita kembali pada prinsip marketing lainnya, “yang penting rasanya, bung!” yang dalam konteks ini adalah CERITAnya.

Tema utama cerita yang di-ekstrak Sang Musafir adalah perang antara kebaikan dan kejahatan, dimana pihak kejahatan dengan jumlah pasukan yang lebih besar hanya bisa diimbangi oleh – tentunya – kekuatan “lebih” yang bernama “pahlawan”.

Sekali lagi, dalam cerita yang satu ini Sang Musafir mengabaikan segala unsur klise dan pakem-pakem Tolkienisme yang rupanya cukup kental terasa – Kenapa? Mungkin karena beliau merasa “senasib” dengan penulis novel ini. Jadi, sekembalinya dari pertempuran hebat di Vincha ada beberapa kesan yang didapatnya sudah cukup untuk membuatnya rela menyisihkan waktu membedah dan membuat review dan fan sketch-nya. Berikut uraiannya.

1. Alur cerita ini melibatkan banyak flashback yang polanya adalah di mana tempat pemilihan, siapa yang terpilih, apa buktinya, kapan ia terpilih, dan mengapa terpilih. Jadi inti plotnya adalah proses pemilihan 12 Ksatria Talismandala dan pertempuran di Vincha sebagai finale-nya – sederhana, standar dan tak ada kejutan yang benar-benar ekstrim.

2. Setiap calon ksatria punya konflik dan pertarungannya sendiri, dan ini membuat prosesnya jadi lebih menarik ala karya klasik Tiongkok “Tepi Air” (Water Margin). Satu hal, terlalu banyak “kebetulan” yang terjadi di sini. Mungkin bila fungsi “kunci kalung segitiga” lebih diaktifkan sebagai “alat pelacak” untuk mencari saudara-saudaranya dan bereaksi bila dekat, faktor kebetulan itu bisa setidaknya dikurangi.

3. Pemikiran “purist” Sang Musafir sedikit terusik oleh penggunaan nama Cuchulainn yang ciri-ciri fisiknya hingga rambutnyapun mirip dengan versi asalnya, seorang pahlawan legendaris Irlandia setara Sigurd & Beowulf. http://fireheart-vadis.blogspot.com/2010/07/cuchulainn.html. Ini bisa dimaklumi karena nama-nama seperti Percival, Sigurd, Fafnir dll sering muncul di cerita beda dalam novel-novel dan game-game. Mungkin Adi Toha sangat terinspirasi oleh karakter pemberani legendaris ini dan ingin “menghidupkannya” kembali dalam dunia dan cerita yang berbeda, dan akhirnya kita coba cerna dengan pemikiran “mungkin saja ada 2 orang dan benda yang bernama dan berciri-ciri sama, apalagi di dunia yang beda.”

4. Nama “Talismandala” sendiri, walaupun menurut Sang Musafir mungkin berasal dari kata “Talisman” dan “Mandala” yang berarti “Ksatria Suci Dewata”, terkesan aneh sendiri di antara sederetan nama-nama bernafaskan high fantasy ala Eropa Abad Pertengahan. Sekali lagi perlu sedikit toleransi dengan menganggap nama ini punya arti mendalam bagi si penulis, yang mengandung unsur “semangat” dan “jiwa” cerita ini. Mungkin terkesan inkonsisten, tapi juga idealisme yang kental.

5. Ada baiknya selain Zwehly ditambahkan pula beberapa “Pahlawan Kegelapan” dari ras orcus atau semacamnya, jadi walaupun pihak kebaikan harus kalah, setidaknya mereka kalah dengan lebih “terhormat”, bukan semata-mata kalah jumlah saja.

6. Bumbu-bumbunya yang berunsur diantaranya pengkhianatan, intrik, perpecahan, penderitaan, cinta dan konflik terasa kurang ekstrim dan terkesan “dikurangi kadarnya”. Mungkin karena tekanan budaya Indonesia-kah? Maklumlah, batas antara “ekstrim” dan “wajar” memang setipis kertas, dan itu juga yang jadi dilema setiap penulis novel-novel laga termasuk Sang Musafir sendiri.

7. Teka-teki Sphinx yang terdapat dalam buku ini adalah hak cipta Sphinx. Harus dimaklumi, memang tidak mudah membuat “riddle” unik yang bisa diingat orang (Contoh: Sphinx dalam “Harry Potter and the Goblet of Fire”), jadi kadang jalan pintasnya adalah “meminjam” dari yang sudah ada. Maklum, Sang Musafir juga kadang suka “meminjam” dengan menyertakan penjelasan yang (harap saja) masuk akal.

Dalam petualangannya ini Sang Musafir juga bertemu dengan beberapa tokoh lain yang cukup berkesan baginya:

1. Einar, seorang pangeran yang berusaha menekan ambisinya untuk menyatukan seluruh kerajaan di Dataran Tak Bernama demi tujuan yang lebih mulia.

2. Eira: Mungkin ia adalah Ksatria Talismandala yang paling misterius. Selamatnya dia selama ini dari “tangan-tangan jahil” mungkin ada hubungannya dengan semacam kekuatan misterius yang mengerikan dalam dirinya, bukan hanya berkat lindungan Yang Kuasa saja. Bila dikembangkan lebih lanjut, Eira bisa digambarkan sebagai gadis yang punya sedikit gangguan mental dan sifat aneh, dan dengan twist yang tidak terduga bisa jadi dialah yang jadi sasaran Zwehly yang sebenarnya.

3. Nimrodir: Tokoh yang sangat versatile, serba bisa, satu-satunya Ksatria Talismandala generasi pertama yang masih hidup. Bersama Draach si pelindung, dia adalah tokoh terkuat dalam episode ini, tapi diduga dia akan jadi salah satu yang “expendable” – yang akan dimatikan oleh salah satu Ksatria Talismandala yang berkhianat (mirip-mirip “Togira Ikonoka”-nya Eragon di “Brisingr”?)

4. Cymrodor: Satu lagi tokoh yang terkesan “expendable”, sudah diduga dari awal. Formasi 12 ksatria yang asli terkesan “disayang-sayang”, jadi Cymrodor-lah yang terkesan “dikorbankan”. Andai saja bukan dia, tapi Urias, Fionn atau anggota lain yang tewas dan dia jadi tokoh pengganti yang menjadikan formasi jadi “tidak terlalu sempurna”, itu akan jadi tambahan kejutan yang menambah nilai keasyikan cerita ini.

Di akhir segala akhir, Sang Musafir menutup buku portal Dunia Tak Bernama ini dengan tersenyum, disertai harapan bilamana nanti ia berkunjung kedua kalinya, Sang Musafir akan menemukan legenda yang lebih epik dan berwarna meriah.

“Kebijaksanaan, keberanian, kesetiaan, ketekunan, kasih sayang, ketabahan, pengampunan, keteguhan, keadilan, belas kasihan, kepercayaan dan kejujuran. Dan semuanya itu bersatu, memancarkan kebaikan demi dunia, demi cinta kasih dan demi kehidupan itu sendiri.”

No comments:

Post a Comment

Popular Posts