Nah, inilah yang "kurang" dari diri saya sendiri... hmmm, tapi ada definisi lainnya ttg memberi loh, dan definisi lain dari "kaya". - BJ Vadis
> Ingin kaya? Belajarlah Memberi!
> Vitachan - Shizuoka
>
> Kemarin sore tiba2 saya diberi kejutan kecil. Orang tua asuh saya membawa
> beras satu bungkus isi 10 kg dan memberikannya pada saya, tepat ketika
> saya hendak membeli beras karena persediaan dirumah saya habis. Hehe..
> rejeki nonplok, pikir saya.
>
> Karena sangat senang, saya kirim sms pada kakak perempuan di Indonesia
> dan menceritakan kejadian ini. "Kok PAS, ya?, pas butuh pas ada." Tulis
> saya pada kakak saya. Kakak saya lalu bercerita, tadi pagi ibu saya
> memanggil tukang becak tua yg lewat didepan rumah kami, dan memberinya
> makan satu piring nasi. Kakak saya heran, dalam rangka apa ibu saya tiba2
> memberi makan tukang becak itu. Kata ibu saya, "Biar anak mami yg jauh ga
> kekurangan makan." Kakak saya bilang, mungkin maksud ibu itu adalah saya
> yg tinggal jauh di negri orang. Kontan, sorenya saya dapet beras 10kg.
> Waduh?balasannya kok ga sebanding yah, sepiring nasi dengan sekarung
> beras. Hehe..lumayan.
>
> Kejadian ini mengingatkan saya pada kejadian 20 tahun lalu. Suatu hari
> dipermulaan musim kemarau ketika saya masih duduk di kelas 3 atau 4
> Sekolah Dasar di Bandung, ada penggalian tanah disepanjang jalan depan
> rumah orang tua saya untuk pemasangan kabel telpon. Semua tukang gali
> jumlahnya kira2 20 orang. Pekerjaan memakan waktu kurang lebih 10 hari.
> Pekerjaan ini menarik perhatian saya, terutama kabel2 ukuran besar yg
> nantinya akan ditanam dalam galian itu.
>
> Hari pertama penggalian dimulai, matahari bersinar sangat terik. Para
> pekerja yg kelelahan berhenti sejenak dari pekerjaannya sambil beberapa
> kali mengusap keringat diwajahnya. Mereka terlihat kehausan karena bekal
> air yg mereka bawa telah habis. Ibu saya yang melihat ini tanpa banyak
> bicara membawa teko air besar dan menawarkan minuman teh dingin pada
> mereka. Spontan mereka menerima dan meminum teh buatan ibu saya dgn
> gembiranya. Karena mereka jumlahnya byk , ibu saya sampai 3 kali mengisi
> teko itu.
>
> Ternyata hari2 berikutnya pun ibu saya tidak berhenti menyediakan teko
> air didepan rumah untuk para tukang gali itu. Bahkan bisa sampai 5 kali
> dalam sehari ibu bolak balik mengisi teko besar itu dengan air teh. Jika
> ada makanan ringan seperti pisang rebus, atau kue2 kecil lainnya, ibu
> saya jg menyuguhkannya. Saya pernah bertanya, "Kenapa ibu saja yg memberi
> air minum pada mereka? Tetangga2 lainnya pun tidak". Ibu saya hanya
> menjawab singkat, "Kasihan", katanya. Sampai ketika pekerjaan galian itu
> selesai, salah seorang tukang gali berkata "Terimakasih Bu, mulai hari
> ini tidak usah sediakan air lagi, kami akan pindah ke tempat lain,"
> katanya sambil pamit pada ibu saya. Hari2 berlalu sampai tiba pada
> pertengahan musim kemarau. Musim kemarau pada tahun itu katanya adalah
> musim kemarau panjang dan sangat panas dibanding tahun2 sebelumnya.
>
> Tidak seperti air di sumur2 tetangga di komplek rumah kami yang
> mengering, air sumur kami justru melimpah ruah. Ini ajaib. Padahal
> tetangga kiri kanan rumah ibu saya memasang JET PUMP yg besar, sedangkan
> kami hanya memakai pompa SANYO berkekuatan kecil. Logikanya air tanah
> dirumah kami akan tersedot oleh tetangga kami itu. Tapi kenyataannya
> adalah ibu saya membagi2kan air pada tetangga sebelah menggunakan selang
> panjang melewati tembok penghalang rumah.
>
> Semua tetangga di kompleks kami membeli air dengan jirigen2 besar untuk
> keperluan mandi dan mencuci setiap harinya. Hanya keluarga kami yang
> tidak kekurangan air sedikitpun melewati musim kering yg panjang dan
> panas pada saat itu. Ketika saya bertanya pada ibu, "Kenapa air sumur di
> rumah kita tidak kering", ibu saya menggelengkan kepala, sambil berkata
> lirih, "Apa mungkin ini imbalan dari Tuhan karena memberi minum tukang2
> gali yg kehausan itu kemarin dulu?." Tidak ada seorang pun diantara kami
> yg tahu.
>
> Sama seperti seorang guru, semakin banyak mengajar, semakin pintarlah Ia.
> Maka praktek memberi yg diajarkan ibu saya juga berlawanan dengan rumus
> matematika yg diajarkan disekolah. Satu dikurang satu dimana2 ya sama
> dengan Nol. Tapi ibu saya ajaib, satu dikurang satu bisa jadi dua, bisa
> juga tiga, atau bahkan sepuluh. Weleh, weleh?
>
> Teman2 kokier di US tentu saja tahu Larry Stewart sang millionaire yg
> selama 26 tahun berhasil menyembunyikan identitas diri berkeliling Kansas
> City sambil membagi2kan lembaran uang $100, setiap malam natal. Dalam
> wawancara dengan TV Jepang sebelum kematiannya akibat kanker tgl 14
> januari 2007, beliau mengatakan dulu hidupnya selalu kesulitan uang ,
> dikeluarkan beberapa kali dari pekerjaannya, bahkan pernah berniat
> merampok bank, sampai akhirnya dia menemukan pengalaman yg mengubah
> kehidupannya secara total ketika dia bertemu pegawai restoran baik hati
> yg memberinya uang $20 ketika dia lupa membawa dompet pada saat makan di
> restaurant itu. Padahal Larry berpura2, itu memang siasat buruknya karena
> lapar , ingin makan tapi tidak memiliki uang sepeserpun.
>
> Ketika dia berpura2 merogoh2 saku celananya dan berakting seolah2 lupa
> tidak membawa uang, seorang pegawai restoran tersebut berjalan disebelah
> mejanya dan membungkuk memungut sesuatu dilantai, lalu berdiri dan
> memberikan uang $20 pada Larry sambil berkata,"Maaf Pak, uang bapak
> terjatuh di lantai." Spontan Larry menerima uang itu, dan buru2 membayar
> bill makan siangnya lalu bergegas pergi meninggalkan restoran itu.
>
> Setelah keadaan agak tenang, Larry kemudian menyadari kebaikan pegawai
> restoran tadi, karena dia yakin seratus persen, uangnya tidak pernah
> terjatuh dilantai, bahkan dia memang tidak membawa uang sepeserpun
> kedalam restoran itu. Merasa begitu tertolong, sejak itu Larry malah
> menguras uang tabungannya dan berpura2 menjadi Santa sambil membagi2kan
> uang $20 (bertambah terus setiap tahun sampai pada lembaran $100) pada
> orang2 dijalanan yg ditemuinya.
>
> Membagikan uang malah membuat Larry menjadi semakin kaya. Dia mulai
> diterima bekerja dikantor kembali, bahkan kemudian berhasil membangun
> perusahaan sendiri dan berkembang pesat. Ini keajaiban, katanya. Sesuatu
> hal yg mustahil terjadi sebelum dia menjadi Secret Santa.
>
> (http://www.msnbc.msn.com/id/16607436/). Ya?suatu pengalaman hidup yg
> baik, yang patut dicontoh.
>
> Lain ibu saya, lain Larry Stewart, lain juga teman saya ditempat kerja.
> Maksud hati berbuat baik membagikan makanan buatannya saat makan siang,
> yang terjadi malah petaka. Teman2 yg mencoba makanan buatannya semua
> sakit perut bahkan ada yg beberapa kali ke kamar kecil. Karena perusahaan
> kami bekerja dibidang pangan yg mengharuskan sekeliling kami higienis,
> jelas saja ini tidak bisa ditolerir. Semua teman2 saya tadi yg sakit
> perut diliburkan dan harus melakukan medical check up.
>
> Ah?mungkin cuma keracunan makanan basi biasa sih. Tapi akibatnya fatal.
> Keesokan harinya saat chorei (briefing), ada peraturan baru, sejak hari
> itu, sebulan yg lalu, kami tidak diperbolehkan sharing makanan buatan
> sendiri yg dibawa dari rumah pada teman2 dikantor saat makan siang. Wah?
> gawat, ini sih kerugian buat saya yang suka comot2 makanan temen. Hiks.
>
> Dari beberapa kejadian diatas, saya mencoba menyimpulkan, bahwa
> "MEMBERI", adalah pekerjaan baik yg bisa berbuah pahala besar jika
> dilakukan dengan ikhlas. Walaupun, kadang2 seperti kata almarhum ayah
> saya, kebaikan yang akan berbalik pada kita itu hanya akan sekitar 99%.
> Toh saya lebih memilih itu daripada berbuat kejahatan yg sudah pasti
> imbalannya 100% kejahatan pula.
>
> Berbeda dengan di Indonesia, masyarakat Jepang tidak memiliki kebiasaan
> saling memberi jika bukan pada orang yg kita anggap sangat dekat.
> Sembarangan memberi bisa diasumsikan menghina atau merendahkan. Apalagi
> barang yg diberikan bukan barang baru meskipun masih bagus. Sisi buruknya
> menurut saya adalah kurang terjalinnya kekerabatan antar manusia. Tapi
> sisi baiknya, membuat orang2 Jepang kebanyakan sangat mandiri, tidak
> tergantung pada belas kasihan orang lain.
>
> OK, saya akhiri tulisan kali ini dengan kesimpulan akhir saya, bahwa
> kebiasaan 'MEMBERI' adalah perbuatan mulia, asal sesuai waktu dan
> kondisinya. Memberi juga tidak harus besar ukurannya, yg penting niat
> memberi yang tulus. Memberi juga tidak harus selalu berupa barang
> konkrit. Bisa berupa tulisan2 informatif yg mendidik seperti di KoKi,
> atau sekedar greeting mail ucapan selamat ulang tahun pada kerabat kita,
> atau bahkan juga sekedar memberikan dan menyisihkan waktu kita
> mendengarkan keluh kesah sahabat2 kita. Selamat mencoba! Tuhan Yang Maha
> Esa tau imbalan yg terbaik untuk kita.
> Vitachan - Shizuoka
>
> Kemarin sore tiba2 saya diberi kejutan kecil. Orang tua asuh saya membawa
> beras satu bungkus isi 10 kg dan memberikannya pada saya, tepat ketika
> saya hendak membeli beras karena persediaan dirumah saya habis. Hehe..
> rejeki nonplok, pikir saya.
>
> Karena sangat senang, saya kirim sms pada kakak perempuan di Indonesia
> dan menceritakan kejadian ini. "Kok PAS, ya?, pas butuh pas ada." Tulis
> saya pada kakak saya. Kakak saya lalu bercerita, tadi pagi ibu saya
> memanggil tukang becak tua yg lewat didepan rumah kami, dan memberinya
> makan satu piring nasi. Kakak saya heran, dalam rangka apa ibu saya tiba2
> memberi makan tukang becak itu. Kata ibu saya, "Biar anak mami yg jauh ga
> kekurangan makan." Kakak saya bilang, mungkin maksud ibu itu adalah saya
> yg tinggal jauh di negri orang. Kontan, sorenya saya dapet beras 10kg.
> Waduh?balasannya kok ga sebanding yah, sepiring nasi dengan sekarung
> beras. Hehe..lumayan.
>
> Kejadian ini mengingatkan saya pada kejadian 20 tahun lalu. Suatu hari
> dipermulaan musim kemarau ketika saya masih duduk di kelas 3 atau 4
> Sekolah Dasar di Bandung, ada penggalian tanah disepanjang jalan depan
> rumah orang tua saya untuk pemasangan kabel telpon. Semua tukang gali
> jumlahnya kira2 20 orang. Pekerjaan memakan waktu kurang lebih 10 hari.
> Pekerjaan ini menarik perhatian saya, terutama kabel2 ukuran besar yg
> nantinya akan ditanam dalam galian itu.
>
> Hari pertama penggalian dimulai, matahari bersinar sangat terik. Para
> pekerja yg kelelahan berhenti sejenak dari pekerjaannya sambil beberapa
> kali mengusap keringat diwajahnya. Mereka terlihat kehausan karena bekal
> air yg mereka bawa telah habis. Ibu saya yang melihat ini tanpa banyak
> bicara membawa teko air besar dan menawarkan minuman teh dingin pada
> mereka. Spontan mereka menerima dan meminum teh buatan ibu saya dgn
> gembiranya. Karena mereka jumlahnya byk , ibu saya sampai 3 kali mengisi
> teko itu.
>
> Ternyata hari2 berikutnya pun ibu saya tidak berhenti menyediakan teko
> air didepan rumah untuk para tukang gali itu. Bahkan bisa sampai 5 kali
> dalam sehari ibu bolak balik mengisi teko besar itu dengan air teh. Jika
> ada makanan ringan seperti pisang rebus, atau kue2 kecil lainnya, ibu
> saya jg menyuguhkannya. Saya pernah bertanya, "Kenapa ibu saja yg memberi
> air minum pada mereka? Tetangga2 lainnya pun tidak". Ibu saya hanya
> menjawab singkat, "Kasihan", katanya. Sampai ketika pekerjaan galian itu
> selesai, salah seorang tukang gali berkata "Terimakasih Bu, mulai hari
> ini tidak usah sediakan air lagi, kami akan pindah ke tempat lain,"
> katanya sambil pamit pada ibu saya. Hari2 berlalu sampai tiba pada
> pertengahan musim kemarau. Musim kemarau pada tahun itu katanya adalah
> musim kemarau panjang dan sangat panas dibanding tahun2 sebelumnya.
>
> Tidak seperti air di sumur2 tetangga di komplek rumah kami yang
> mengering, air sumur kami justru melimpah ruah. Ini ajaib. Padahal
> tetangga kiri kanan rumah ibu saya memasang JET PUMP yg besar, sedangkan
> kami hanya memakai pompa SANYO berkekuatan kecil. Logikanya air tanah
> dirumah kami akan tersedot oleh tetangga kami itu. Tapi kenyataannya
> adalah ibu saya membagi2kan air pada tetangga sebelah menggunakan selang
> panjang melewati tembok penghalang rumah.
>
> Semua tetangga di kompleks kami membeli air dengan jirigen2 besar untuk
> keperluan mandi dan mencuci setiap harinya. Hanya keluarga kami yang
> tidak kekurangan air sedikitpun melewati musim kering yg panjang dan
> panas pada saat itu. Ketika saya bertanya pada ibu, "Kenapa air sumur di
> rumah kita tidak kering", ibu saya menggelengkan kepala, sambil berkata
> lirih, "Apa mungkin ini imbalan dari Tuhan karena memberi minum tukang2
> gali yg kehausan itu kemarin dulu?." Tidak ada seorang pun diantara kami
> yg tahu.
>
> Sama seperti seorang guru, semakin banyak mengajar, semakin pintarlah Ia.
> Maka praktek memberi yg diajarkan ibu saya juga berlawanan dengan rumus
> matematika yg diajarkan disekolah. Satu dikurang satu dimana2 ya sama
> dengan Nol. Tapi ibu saya ajaib, satu dikurang satu bisa jadi dua, bisa
> juga tiga, atau bahkan sepuluh. Weleh, weleh?
>
> Teman2 kokier di US tentu saja tahu Larry Stewart sang millionaire yg
> selama 26 tahun berhasil menyembunyikan identitas diri berkeliling Kansas
> City sambil membagi2kan lembaran uang $100, setiap malam natal. Dalam
> wawancara dengan TV Jepang sebelum kematiannya akibat kanker tgl 14
> januari 2007, beliau mengatakan dulu hidupnya selalu kesulitan uang ,
> dikeluarkan beberapa kali dari pekerjaannya, bahkan pernah berniat
> merampok bank, sampai akhirnya dia menemukan pengalaman yg mengubah
> kehidupannya secara total ketika dia bertemu pegawai restoran baik hati
> yg memberinya uang $20 ketika dia lupa membawa dompet pada saat makan di
> restaurant itu. Padahal Larry berpura2, itu memang siasat buruknya karena
> lapar , ingin makan tapi tidak memiliki uang sepeserpun.
>
> Ketika dia berpura2 merogoh2 saku celananya dan berakting seolah2 lupa
> tidak membawa uang, seorang pegawai restoran tersebut berjalan disebelah
> mejanya dan membungkuk memungut sesuatu dilantai, lalu berdiri dan
> memberikan uang $20 pada Larry sambil berkata,"Maaf Pak, uang bapak
> terjatuh di lantai." Spontan Larry menerima uang itu, dan buru2 membayar
> bill makan siangnya lalu bergegas pergi meninggalkan restoran itu.
>
> Setelah keadaan agak tenang, Larry kemudian menyadari kebaikan pegawai
> restoran tadi, karena dia yakin seratus persen, uangnya tidak pernah
> terjatuh dilantai, bahkan dia memang tidak membawa uang sepeserpun
> kedalam restoran itu. Merasa begitu tertolong, sejak itu Larry malah
> menguras uang tabungannya dan berpura2 menjadi Santa sambil membagi2kan
> uang $20 (bertambah terus setiap tahun sampai pada lembaran $100) pada
> orang2 dijalanan yg ditemuinya.
>
> Membagikan uang malah membuat Larry menjadi semakin kaya. Dia mulai
> diterima bekerja dikantor kembali, bahkan kemudian berhasil membangun
> perusahaan sendiri dan berkembang pesat. Ini keajaiban, katanya. Sesuatu
> hal yg mustahil terjadi sebelum dia menjadi Secret Santa.
>
> (http://www.msnbc.msn.com/id/16607436/). Ya?suatu pengalaman hidup yg
> baik, yang patut dicontoh.
>
> Lain ibu saya, lain Larry Stewart, lain juga teman saya ditempat kerja.
> Maksud hati berbuat baik membagikan makanan buatannya saat makan siang,
> yang terjadi malah petaka. Teman2 yg mencoba makanan buatannya semua
> sakit perut bahkan ada yg beberapa kali ke kamar kecil. Karena perusahaan
> kami bekerja dibidang pangan yg mengharuskan sekeliling kami higienis,
> jelas saja ini tidak bisa ditolerir. Semua teman2 saya tadi yg sakit
> perut diliburkan dan harus melakukan medical check up.
>
> Ah?mungkin cuma keracunan makanan basi biasa sih. Tapi akibatnya fatal.
> Keesokan harinya saat chorei (briefing), ada peraturan baru, sejak hari
> itu, sebulan yg lalu, kami tidak diperbolehkan sharing makanan buatan
> sendiri yg dibawa dari rumah pada teman2 dikantor saat makan siang. Wah?
> gawat, ini sih kerugian buat saya yang suka comot2 makanan temen. Hiks.
>
> Dari beberapa kejadian diatas, saya mencoba menyimpulkan, bahwa
> "MEMBERI", adalah pekerjaan baik yg bisa berbuah pahala besar jika
> dilakukan dengan ikhlas. Walaupun, kadang2 seperti kata almarhum ayah
> saya, kebaikan yang akan berbalik pada kita itu hanya akan sekitar 99%.
> Toh saya lebih memilih itu daripada berbuat kejahatan yg sudah pasti
> imbalannya 100% kejahatan pula.
>
> Berbeda dengan di Indonesia, masyarakat Jepang tidak memiliki kebiasaan
> saling memberi jika bukan pada orang yg kita anggap sangat dekat.
> Sembarangan memberi bisa diasumsikan menghina atau merendahkan. Apalagi
> barang yg diberikan bukan barang baru meskipun masih bagus. Sisi buruknya
> menurut saya adalah kurang terjalinnya kekerabatan antar manusia. Tapi
> sisi baiknya, membuat orang2 Jepang kebanyakan sangat mandiri, tidak
> tergantung pada belas kasihan orang lain.
>
> OK, saya akhiri tulisan kali ini dengan kesimpulan akhir saya, bahwa
> kebiasaan 'MEMBERI' adalah perbuatan mulia, asal sesuai waktu dan
> kondisinya. Memberi juga tidak harus besar ukurannya, yg penting niat
> memberi yang tulus. Memberi juga tidak harus selalu berupa barang
> konkrit. Bisa berupa tulisan2 informatif yg mendidik seperti di KoKi,
> atau sekedar greeting mail ucapan selamat ulang tahun pada kerabat kita,
> atau bahkan juga sekedar memberikan dan menyisihkan waktu kita
> mendengarkan keluh kesah sahabat2 kita. Selamat mencoba! Tuhan Yang Maha
> Esa tau imbalan yg terbaik untuk kita.
Park yourself in front of a world of choices in alternative vehicles.
Visit>http://autos.yahoo.com/green_center/;_ylc=X3oDMTE5cDF2bXZzBF9TAzk3MTA3MDc2BHNlYwNtYWlsdGFncwRzbGsDZ3JlZW4tY2VudGVy">Visit the Yahoo! Auto Green Center.
--
Posted By vadis to vadisworld - my way, my world at 6/21/2007 04:28:00 AM
No comments:
Post a Comment