Wednesday, July 09, 2008

[Fantasy Worlds Indonesia] Seratus Hari

Seratus hari sudah kami terkepung di sini.
Seratus hari sudah kami tak bissa menutup mata. Takut, sekali mata tertutup, tertutup selamanya.
Rasa lapar menyiksaku. Namun, yang membuatku bagaikan di neraka adalah erangan anak-anak dan ratapan mereka yang baru jadi janda, yang kehilangan anggota keluarga dan kehilangan kekasih. Kota hancur lebur, hasil tembakan ketapel raksasa dan ballistae musuh.
Pasukan musuh terlalu kuat. Kapankah bala-bantuan datang? Kami hanya bisa bertahan di sini. Menang? Mustahil. Menyerah? Berarti mati. Musuh hanya ingin menghancurkan kami, bukan menjajah.
Ah, aku tak tahan lagi. Kuberanikan diriku. Kuajukan diriku pergi keluar kota mencari bala bantuan. Dan di sinilah aku, menyamar sebagai musuh, hanya menyandang pedang di punggung. Perutku sedikit terisi, dan di tanganku terisi harapan dan nasib seluruh penduduk kota.
Aku berhasil menembus kepungan musuh tanpa dikenali. Dengan sisa tenagaku, aku terus berjalan, kadang berlari. Petunjuk dari kota: Pasukan bala-bantuan sedang menuju kemari. Waktu sangat mendesak, aku harus cepat, tak boleh berhenti.
Kuikuti jalurnya terus, tapi aku terhenyak menyaksikan pemandangan ini. Pasukan bala-bantuan telah terbantai habis. Ngeri aku, meledaklah tangis. Harapan kotaku sudah habis. Hancur, lebur, berakhir tragis.
Tapi tidak, masih ada yang bisa kulakukan. Kupakai lagi seragam serdadu musuh yang gugur itu. Kembali ke kota, menyusup di antara para pengepung. Berbagai rencana beredar dalam otakku.
Pertama-tama, kuhampiri tenda perbekalan musuh. Kusulut api, kebakaran, kekacauan terjadi. Pura-pura sibuk memadamkan, menunggu kesempatan terbaik.
Dan datanglah dia, Sang Komandan musuh. Ialah yang seratus hari lalu menantang perang dan membunuh pahlawan kami. Kini, dalam kekacauan, tanpa zirahnya ia adalah sasaran empuk.
Hanya satu kesempatan. Satu saat. Satu kali coba.
Kuambil yang satu itu. Kuhunus pedangku, dan kuhampiri orang itu secepat kilat. Sebelum ia menyadari apa yang terjadi, kepalanya menggelilnding di tanah. Terpenggal.
Puas sudah aku. Ini prestasi terbesar dalam hidupku. Tampak jelas aku takkan sempat membuat prestasi yang lebih besar lagi saat semua prajurit musuh mengepungku. Rapat. Menutup semua jalan lariku.
Ya, aku tahu. Inilah akhir perjalananku. Tak satupun kusesalkan tindakanku. Kuayunkan pedangku tanpa jeda, sampai tak bertenaga lagi tanganku, sampai titik darah penghabisanku.
Itulah yang terjadi, Sang Penguasa Akhirat. Aku tak tahu apakah kotaku terselamatkan berkat pengorbananku ini. Entah apakah musuh mundur, kehilangan pemimpin, kehilangan semangat tempur. Yang pasti, aku puas bisa menyumbangkan sesuatu bagi negeriku dan membayarnya dengan nyawaku.
Seratus hari sudah, dan aku takkan pernah lapar lagi.

Andry Chang
www.fireheart.tk


--

Posted By vadis to Fantasy Worlds Indonesia at 7/09/2008 01:30:00 AM

No comments:

Post a Comment

Popular Posts