Suatu malam, remang-remang lampu mewarnai ruang tengah rumah kos murah di gang sempit di selatan Kota Jakarta, dekat Depok.
Di sana, suara celoteh anak-anak kos yang duduk-duduk di ruangan itu bagai dengungan selaksa lebah, dan satu-satunya suara yang cukup jelas terdengar adalah suara penyiar berita di televisi.
“Topeng Reog, pusaka bersejarah yang dipercaya adalah topeng asli tokoh dalam legenda Reog Ponorogo hilang dicuri dari Museum Nasional pagi tadi. Pihak museum menyatakan, lemari kacanya pecah berantakan tapi tak ada penjaga yang terluka...”
“Hei, Bondan! Ini nih, makanan lo! Lo lagi meneliti tentang Reog Ponorogo, kan?” seru seorang pemuda bertampang kumal sambil menengok ke belakang.
“Mana, mana?”
Dengan semangat, pemuda yang dipanggil “Bondan” itu mengalihkan pandangan dari netbook-nya ke arah televisi, rambutnya yang panjang dan gimbal melambai, terbawa gerakan tubuh kurusnya.
Wajah topeng yang terpampang di layar televisi adalah sebuah mata tunggal berwarna hijau, besar sekali, bulat sempurna dengan ukiran-ukiran seperti urat-urat nadi hitam yang menonjol di sekitarnya, beralas warna hijau yang lebih tua.
Lalu citra televisi beralih pada seorang wanita yang sedang sibuk membubuhkan sesuatu di pecahan kaca lemari – mencari petunjuk lewat sidik jari dan semacamnya.
Melihatnya, tanpa sadar bibir Bondan berucap, “Gile, cantik sekali...”
Si kawan kumal menjitak kepalanya, “Wah, lo ini, lihat yang cantik langsung suka!”
“Duuh! Sakit, tahu! Kayak lo kagak aja, Tono! Tapi gawat bener, nih! Topeng Reog dicuri, ini sama aja bencana budaya!”
“Apa maksud lo, Bon?” Tono pasang wajah bingung. “Memangnya ada topeng di tari Reog? Selain Barongannya, bukankah wajah para penarinya hanya dicat saja?”
“Bener itu, Ton. Makanya penemuan Topeng Reog bikin geger, karena gak ada di legendanya. Asumsi gue, topeng itu milik satu Warok – Pendekar Angin Hitam terkuat bernama Reog yang misterius dan dirahasiakan keberadaannya.”
“Lho, kenapa dirahasiakan?” Tono melongo.
“Entahlah, itulah yang sedang gue coba selidiki sampai sekarang.”
“Wah, lo emang asli maniak Reog, Bon. Ya udah, gue ngantuk, mau mimpi dulu...” Tono bangkit meninggalkan ruang itu.
Bondan kembali mengalihkan perhatian ke netbook-nya, mencari berita topeng pusaka itu dengan berselancar di internet. Iseng, ia mengecek e-mail. Ada pesan baru.
Pengirimnya bernama Ragil. Bondan menatap curiga, jangan-jangan ini SPAM, hoax atau worm. Tapi saat membaca judulnya, “Topeng”, rasa ingin tahu mendorongnya mengklik e-mail ini dan membaca isinya.
To: Bondan Prasetyo,
Kenalkan, saya Ragil, ingin bertemu dan bertanya tentang Topeng Reog. Ini urusan resmi. Ini nomor ponsel saya, temui saya besok jam 12 siang di alamat di bawah ini. Jangan sampai terlambat.
Si pemuda ceking-gimbal ternganga lebih lebar. “Urusan resmi” ini rupanya lebih aneh daripada berita di televisi tadi.
(Baca selengkapnya di link)
No comments:
Post a Comment